Meraih Berkah Ilmu dengan Adab
Oleh: R. Bagus Priyosembodo
Makhlad bin Al-Husain berkata kepada Ibnul
Mubarak, “Kami lebih butuh untuk
memperbanyak adab daripada memperbanyak hadits.”
Banyak belajar hadits tanpa disertai
adab akan menjadikan ilmunya kurang bermanfaat. Demikian juga ilmu lainnya. Bahkan
akan membahayakannya. Ibarat memegang pisau tanpa kehati hatian dan penuh
kesembronoan.
Belajar adab sebelum belajar banyak ilmu
adalah merupakan suatu sebab mendapatkan keberkahan dalam majelis tersebut. Untuk
itu adab dan akhlak berkedudukan yang utama serta dipandang serius dalam
mempelajarinya, sehingga sejak zaman Rasulallah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, tabi’in, dan tabi’ut
tabi’in adab selalu dipentingkan untuk dididikkan. Baik adab batin maupun ada
lahir.
Adalah amat
penting mengadabkan batin dengan ikhlas dalam mencari ilmu. Menghadapkan hati
untuk mencari keridhoan Allah Ta’ala.
Hal ini akan memberikan tenaga amat besar baginya untuk mengatasi beratkan
langkah, jauhnya jarak yang ditempuh, dan terjalnya perjalanan mencari ilmu.
Bahkan keikhlasan inilah yang hendak menjaganya dari beratnya siksa di
pengadilan akherat.
Hendaknya setiap
penuntut ilmu senantiasa memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan
memohon pertolongan kepadaNya dalam mencari ilmu serta selalu merasa butuh
kepada-Nya.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk selalu memohon ilmu yang
bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan berlindung kepada-Nya dari ilmu yang
tidak bermanfaat. Ilmu yang tidak menambahkan kebaikan kepadanya bahkan
menjauhkannya dari keridhoan Allah.
Adalah penting
mengadabkan batin dengan tekad kesungguhan. Karena dalam menuntut ilmu syar’i
diperlukan kesungguhan untuk mengatasi berbagai rasa berat dalam perjalanannya.
Tentu saja tidaklah pantas orang yang mengaku merindu pada ilmu yang banyak
meraihnya dengan berbekal malas.
Takwa kepada
Allah hendaklah menghentikan seseorang dari kemaksiyatannya. Seseorang
terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan
maksiat. Sesungguhnya dosa dan maksiat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat,
bahkan dapat mematikan hati, merusak kehidupan dan mendatangkan siksa Allah Ta’ala.
Sombong dan malu
menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih
ada dalam dirinya.
Imam Mujahid
mengatakan, “Dua orang yang tidak bisa belajar
ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq)
Adalah jalan utama
memetik ilmu Mendengarkan
baik-baik pelajaran yang disampaikan guru. Inilah laku para pelajar yang akan
bersuka cita,
“… sebab itu
sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka
itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS.
Az-Zumar: 17-18)
Untuk itu diam
memperhatikan merupakan ketrampilan adab pelajar sukses. Tiada terlena karena
bersibuk berkata kata yang memalingkan perhatian dan rasa hormat pada majelis
ilmu. Pembicaraan yang mengganggu ini juga akan menjauhkan rahmat Allah padanya,
“dan apabila dibacakan Al-Quran, maka
dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204)
Saat belajar
bagaikan saat berburu. Manakala hasil buruan tidak diikat maka mudahlah ia
lepas dan akan hanya memayahkan pemburu tanpa hasil di tangan. Ketika belajar,
seorang penuntut ilmu mencatat pelajaran, poin-poin penting, fawaa-id
(faedah dan manfaat) dari ayat, hadits dan perkataan para sahabat serta ulama,
atau berbagai dalil bagi suatu permasalahan yang dibawakan oleh gurunya. Agar
ilmu yang disampaikan tidak hilang dan terus tertancap dalam ingatan setiap
kali ia mengulangi pelajarannya. Menuntut ilmu syar’i bukanlah tujuan akhir,
tetapi sebagai pengantar kepada tujuan yang agung, yaitu adanya rasa takut kepada
Allah, merasa diawasi oleh-Nya, taqwa kepada-Nya, dan mengamalkan tuntutan dari
ilmu tersebut. Dengan demikian, barang siapa saja yang menuntut ilmu bukan
untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari keberkahan ilmu, kemuliaan, dan
ganjaran pahalanya yang besar.
Penulis : R. Bagus Priyosembodo, Guru Ngaji
Post a Comment