Beradab kepada Guru
Oleh: R. Bagus
Priyosembodo
DR.
Umar As-Sufyani Hafidzohullah mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak
buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya
berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak
dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”
Betapa
sopan para sahabat di depan gurunya. Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu
‘anhu berkata,
“Saat
kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas
kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR.
Bukhari).
Umar bin Khattab mengatakan, “ Tawadhulah kalian terhadap orang yang
mengajari kalian”.
Al Imam As Syafi’i berkata, “Dulu aku membolak balikkan kertas di
depan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak
mendengarnya”.
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah
di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan, “Pakailah adab yang
terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam
bertanya dan mendengarkannya.”
Syaikh Utsaimin mengomentari perkataan
ini, “Duduklah dengan duduk yang beradab, tidak membentangkan kaki, juga tidak
bersandar, apalagi saat berada di dalam majelis.”
Ibnul Jamaah mengatakan, “Seorang
penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru,
tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan
tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih
tinggi juga tidak membelakangi gurunya”.
Berbicara dengan seseorang yang telah
mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan jika berbicara kepada
orang lain.
Para
sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak
pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak
pernah memotong ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin
khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah mengeraskan suaranya di depan
Rasulullah. Di hadist Abi Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga
menjelaskan,
“Saat
kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas
kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR.
Bukhari).
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl:
43).
Allah
memerintahkan orang yang miskin ilmu bertanya kepada ulama. Dengan bertanya
maka akan terobati kebodohan, hilang kerancuan, serta mendapat keilmuan. Para
ulama mengajarkan bahwa pertanyaan hendaknya disampaikan adab yang baik
berupa dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat,
juga tidak menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.
“Khidir
berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku tentang
sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya” (QS. Al
Kahfi:70).
Khidir menentukan peraturan belajar
kepada Musa. Tidak boleh bertanya hingga diijinkan. Maka jika seorang guru
tidak mengizinkannya untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai ia
mengizinkan bertanya.
Doakanlah guru dengan barakallahu
fiik, atau jazakallahu khoiron dan lain lain. Banyak para shalihin
terdahulu berkata, “Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku
pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
Kala
belajar sudah semestinya memberi perhatian besar kepada ilmu yang
disampaikannya. Tidak mudah teralihkan oleh berbagai gangguan konsentrasi.
Sebagaimana Yahya bin Yahya Al Laitsi tak beranjak dari tempat duduknya saat
para kawannya keluar melihat rombongan gajah yang lewat di tengah pelajaran,
yahya mengetahui tujuannya duduk di sebuah majelis adalah mendengarkan apa yang
dibicarakan gurunya bukan yang lain. Apalagi sibuk berbicara tanpa ada
keperluan belajar, atau sibuk dengan gadgetnya.
Penulis: R. Bagus
Priyosembodo
Foto Ilustrasi : google
Post a Comment