Bijak Memaknai Kegagalan


Oleh: Roidatun Nahdhah

Jelang tahun ajaran baru, para orangtua disibukkan dengan urusan kelanjutan pendidikan putera-puterinya. Khususnya para orangtua yang memiliki anak yang duduk di tahun terakhir semua jenjang pendidikan. Setiap orangtua pastinya berharap anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang terbaik, karenanya jauh-jauh hari segala macam persiapan dilakukan, mulai dari mencari data sekolah-sekolah terbaik, mendaftarkan sang anak mengikuti berbagai macam les, menabung persiapan biayanya, hingga melakukan pendekatan dengan relasi yang bisa mempermulus jalan sang anak bersekolah di sekolah incaran tersebut.

Hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa segala bentuk perencanaan dan persiapan haruslah beriring dengan usaha mendekatkan diri kepada Allah. Sebab manusia boleh berencana yang terbaik, namun hasilnya Allah yang menentukan. Adapun ketika hasil yang diharapkan tidak menjadi kenyataan, maka disinilah kepiawaian orangtua diuji. Tidak dapat dipungkiri, kekecewaan menghampiri ketika nama sang anak tidak tercantum di daftar nama siswa yang lolos seleksi di sekolah idaman, namun orangtua harus mampu mengesampingkan kekecewaannya dan lebih memerhatikan sang anak. Jangan sampai karena kegagalan anak memenuhi ekspektasi dan keinginan orangtua, lantas orangtua menyalahkan anak, merendahkan usahanya, dan membanding-bandingkannya dengan anak-anak lain. Hal ini menjadikan anak kehilangan semangat belajarnya, lebih parah lagi, anak kehilangan kepercayaan dirinya.

Bagaimanapun caranya orangtua harus mampu memotivasi anak sehingga tidak berlarut-larut dalam kekecewaan. Orangtua harus mampu membangkitkan lagi kepercayaan diri sang anak. Momen ini bisa menjadi momen mengajarkan anak tentang takdir, memaknai jatuh bangunnya kehidupan. Bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai yang kita inginkan, hari ini mungkin gagal, namun bisa jadi ada skenario yang lebih indah yang Allah swt siapkan untuk kita kelak.

Berikut beberapa kiat bagi orangtua ketika sang anak menemui kegagalan. Pertama, berikan pemahaman kepada anak bahwa takdir Allah itu harus diyakini dan setiap takdir Allah pasti ada hikmahnya. Kedua, ajarkan kepada anak bahwa manusia memang akan selalu diuji, sesuai dengan tingkatan imannya. Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata, “Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.

Ketiga, bisikkan kepada anak kita bahwa di balik kegagalan pasti ada kesuksesan. Dalam surat Al Insyiroh , Allah Ta’ala berfirman, Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Asy Syarh: 5)

Keempat, tuntun anak agar mampu menghadapi kegagalan dengan bersabar.
‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu mengatakan,  “Sabar dan iman adalah bagaikan kepala pada jasad manusia. Oleh karenanya, tidak beriman (dengan iman yang sempurna), jika seseorang tidak memiliki kesabaran.” (Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis, Ibnu ‘Abdil Barr, hal. 250, Mawqi’ Al Waroq). Yang dimaksud dengan bersabar adalah menahan hati dan lisan dari berkeluh kesah serta menahan anggota badan dari perilaku emosional seperti menampar pipi dan merobek baju. (Lihat ‘Uddatush Shobirin wa Zakhirotusy Syakirin,  hal. 10)

Kelima, beri keyakinan kepada anak bahwa pahala besar di balik kesabaran adalah surga.
Ingatlah janji Allah, ‘Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10). As-Sudi mengatakan, “Balasan orang yang bersabar adalah surga.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12/117, Muassasah Qurthubah)

Keenam, ucapkanlah “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa”, pasti ada ganti yang lebih baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.

Don’t give up! Kegagalan bukan akhir dari segalanya. Kegagalan adalah jalan untuk meraih kesuksesan.

Semoga Allah memberikan taufik untuk bersabar ketika menemui hasil yang tidak sesuai harapan.  


Penulis : Roidatun Nahdhah, M.A. Pendidik di SDIT Hidayatullah Sleman
Foto Ilustrasi : google
Powered by Blogger.
close