Budaya Adab Pada Guru di Sekolah


Oleh: Drs. Slamet Waltoyo

Entah permasalahan apa yang terjadi. Seorang guru perempuan ingin menasehati muridnya. Bu guru meminta muridnya untuk duduk di kursi yang ada di hadapannya. Apa yang terjadi? Apakah murid itu segara duduk dan menunduk sebagaimana harapan kita? Ternyata tidak. Yang terjadi, justru anak berseragam SD tadi melawan. Tidak mau duduk. Bahkan menantang bu guru untuk berkelahi. Demikian gambaran kejadian yang beredar luas dalam sebuah video berdurasi kurang dari satu menit ini.

Fenomena yang telah umum terjadi di banyak sekolah. Kurangnya penghormatan murid terhadap guru. Siapa yang ia tiru? Dari mana ia dapatkan? Guru pasti tidak akan menuduh orangtuanya. Tidak mungkin orangtua mengajari anaknya seperti itu. Orangtua pun pasti tidak akan menuduh gurunya. Tidak mungkin. Tentu keduanya sepakat. Inilah pengaruh pihak ketiga. Lingkungan. Tontonan kekerasan yang terus ia dapatkan sehingga tidak tahu lagi dengan siapa ia berhadapan.

Kuatnya arus pengaruh tontonan membutuhkan perimbangan. Yaitu harus makin menguatnya usaha sekolah dalam membentenginya.  Antara lain dengan kuatnya membangun budaya adab murid terhadap guru. Kecil sekali kemungkinan murid SD akan tahu dengan sendirinya, bahwa ia harus menghormati gurunya. Kalaupun kesadaran itu tumbuh, selanjutnya ia akan bertanya; bagaimana caranya? Inilah perlunya sekolah  mengintervensi dan membuat rekayasa.

Pertama, harus ada komitmen yang kuat dari semua gurunya. Komitmen untuk membangun karakter, khususnya adab murid terhadap gurunya. Komitmen yang berbasis tauhid akan lebih kuat dan bernilai.

Kedua, harus ada kekompakan semua warga dewasa di sekolah. Semua warga dewasa harus menjadi teladan atau contoh bagaimana menghormati yang lebih tua atau atasannya. Tidak hanya guru yang masuk kelas. Semua harus menjalankan aturan dengan bahasa yang sama. Termasuk harus memberikan sangsi yang sama (sepadan) jika menjumpai anak yang melanggar.

Ketiga, harus ada aturan yang jelas dan mengikat tentang adab murid terhadap guru. Aturan yang tidak multitafsir dan tidak bisa dibelokkan. Yang dipahami oleh semua guru dan warga dewasa.

Contoh beberapa aktivitas yang bisa dimasukkan dalam aturan atau tata tertib. Ketika bertemu atau berpapasan dengan guru harus memberi salam terlebih dahulu. Untuk guru yang sama jenis kelaminnya dengan bersalaman dan menempelkan tangan guru pada jidatnya. Terutama disaat kedatangan dan kepulangan.

Ketika berjalan dan di depannya ada guru maka tidak melewati depan guru dalam jarak dua meter atau kurang dan tidak melawita diantara dua guru yang sedang berbicara. Jika berjalan melewati guru dalam jarak 2 meter atau lebih maka harus menyapa atau mengucapkan salam sambil membungkukkan badan.

Ada aktivitas makan bersama guru sehingga ada kesempatan murid melayani guru; tidak ada yang mengambil makanan sebelum guru mengambil terlebih dulu, murid mengambilkan piring dan sendok khusus untuk guru. Tidak beranjak dari meja makan sebelum guru selesai makan, bergiliran mencuci piring dan sendok yang dipakai guru.

Ketika mendengar bel masuk, semua murid langsung masuk kelas dan menunggu guru datang. Ada yang menjemput guru dengan membawakan tasnya atau alat peraga lainnya. Ada yang membawakan minum guru dan menambah air minum guru jika air minum di gelas guru sudah  atau hampir habis.

Tidak memotong pembicaraan guru. Mendengarkan dan tidak bicara sampai guru selesai berbicara. jika ingin berbicara, mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan maka terlebih dahulu meminta ijin dengan mengangkat tangan kanan.

Di samping tata-tertib yang mengikat aktivitas murid maka harus ada kesempatan yang memberikan pemahaman tentang adab murid terhadap guru. Baik dalam pertemuan umum, di kelas maupun dalam halaqah.

Penulis: Drs. Slamet Waltoyo, Guru MI Cebongan Sleman

Foto Ilustrasi : SDIT Salsabila Pandowoharjo
Powered by Blogger.
close