Mau Sukses Menuntut Ilmu? Jaga Kehormatan Gurumu, Nak!
Oleh: Irwan Nuryana Kurniawan, M.Psi.
Nak, kalau
engkau berkehendak mendapatkan dasar keilmuan, engkau harus belajar kepada guru
yang mumpuni dan mahir dalam memberimu kunci-kunci ilmu. Hal tersebut akan menghindarkanmu
dari kesalahan dan ketergelinciran. Oleh karena itu, adab murid terhadap guru
adalah perkara paling penting yang harus engkau camkan oleh seorang pelajar. Engkau
anggap gurumu sebagai pengajar yang mengajarkan ilmu dan sebagai pendidik yang
membimbingmu kepada akhlak mulia.
Bagaimana
mungkin engkau akan mengambil manfaat ilmu dari gurumu jika kamu sendiri tidak
percaya atau ragu-ragu dengan kemampuan ilmu gurumu? Semua materi yang
disampaikan oleh gurumu tidak akan kamu terima sampai kamu menanyakan hal
tersebut kepada orang lain atau kamu menelitinya
sendiri. Kesalahan sikap semacam ini menggambarkan engkau sedang membangun
ilmumu di atas tepi jurang yang akan runtuh, karena jiwamu sendiri bingung,
tidak percaya kepada guru yang mengajarimu. Pada akhirnya akan sia-sia waktu
yang engkau tempuh dan serta akan lenyap keberkahan ilmu yang engkau dapatkan.
Jadikan gurumu
orang yang engkau hormati, hargai, dan muliakan. Bersikaplah dan berlakulah
yang lembut kepadanya. Kalau engkau lihat gurumu datang, berhentilah, dan
segera memberinya salam, sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Jangan malah menghindarinya dengan cepat-cepat. Kalau engkau
bersama gurumu hendak masuk masjid, persilahkan beliau untuk masuk terlebih
dahulu.
Berlakulah penuh
sopan santun kepadanya saat engkau duduk bersamanya, saat engkau berbicara dan
bertanya kepadanya, dan saat engkau mendengar pelajaran. Janganlah engkau
berbicara kepada gurumu seakan-akan engkau sedang berbicara kepada temanmu. Janganlah
engkau memanggil gurumu dengan namanya saja
atau hanya dengan gelarnya saja, tapi katakana, “Wahai guru saya,” atau
“Wahai guru kami”. Jangan enkau memanggil gurumu dari jarak jauh, kecuali kalau
terpaksa, misalnya di hadapannya sedang ada bahaya seperti lubang, ada mobil,
atau bahaya lainnya. Jangan engkau memanggil gurumu dengan mengatakan, “Kamu”. Bicaralah
seperti seorang anak yang berbicara kepada bapaknya dengan penuh penghormatan
dan tawadhu.
Yang tidak kalah
penting adalah bersikap baik saat mendengarkan dengan cara jiwa dan ragamu
tertuju dan menghadap kepada sang guru. Jangan cuma badanmu saja yang ada di
tempat belajar, namum hatimu melayang ke tempat lain. Jika engkau demikian,
maka engkau akan kehilangan banyak kebaikan meskipun saat itu kamu duduk di
tempat belajarmu. Konsentrasikan pikiran dan hatimu, seluruh waktumu engkau
gunakan untuk belajar.
Kalau engkau
sedang berada di majelis ilmu dan membutuhkan keseriusan, jangan banyak
berbicara dan berdebat dengan gurumu. Jangan tiba-tiba memotong pembicaraannya
atau pelajarannya, baik di tengah-tengah pelajaran maupun lainnya. Kalau engkau
mengalami kesulitan memahami suatu pembahasan, maka engkau harus bersabar hingga pembahasan tersebut selesai, kemudian
engkau bertanya kepada gurumu dengan penuh adab dan lemah lembut dan jangan
memotong ucapan gurumu di tengah pembahasan.
Kalau engkau
bertanya, bertanyalah dengan tenang. Jangan ngotot untuk mendapatkan jawaban
dari gurumu dan jauhilah banyak bertanya di luar materi kalau engkau berada di
tengah khalayak ramai karena ini akan menimbulkan kebanggaan pada dirimu
sekaligus menimbulkan rasa bosan bagi gurumu. Janganlah engkau bertanya hal-hal
yang menyusahkan diri, atau dengan memfasih-fasihkan ucapan, atau bertanya
tentang sesuatu yang engkau sendiri mengetauhuinya dengan maksud untuk
melemahkan gurumu atau menampakkan bahwa dirimu lebih berilmu, atau bertanya
sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Jika engkau
mengetahui kesalahan atau kebimbangan gurumu, jangan menjadikan hal tersebut
sebagai alasan untuk meremehkannya. Engkau bisa mengatakan, “Saya tadi
mendengar kalimat begini dan begitu. Saya tidak tahu pendengaran saya yang
salah atau guru saya yang tidak sengaja salah” atau kalimat yang semisalnya.
Jangan membuat gurumu gusar. Hindari perang urat syaraf dengan gurumu dan
jangan menguji kemampuan ilmiah maupun ketabahan gurumu. Jika engkau
melakukannya, itulah yang akan menjadi sebab engkau tidak akan memperoleh
keberkahan ilmu.
Penulis: Irwan Nuryana Kurniawan,
M.Psi., Pemimpin Redaksi Majalah Fahma, Dosen Psikologi Universitas Islam
Indonesia
Foto Ilustrasi : google
Post a Comment