Ajarkan Anak Menyelesaikan Masalahnya Sendiri
Oleh : Budi
Haryadi
Apakah anda termasuk orangtua yang
tidak sabaran ketika anak menghadapi masalah atau kesulitan? Bahkan saking
tidak sabarnya, pasti langsung kita bantu atau ambil alih kesulitan tersebut. Contoh,
ketika anak kesulitan mengancingkan baju, orangtua langsung membantu
mengancingkannya. Ketika anak kesulitan mengikat tali sepatu, orangtua yang
mengikatkan, ketika anak bermusuhan dengan tetangga yang sepantaran dengannya,
orangtua langsung datang mengadukan ke orangtua tetangga. Hal ini tentu saja
berdampak tidak baik bagi perkembangan anak.
Mengajarkan anak tentang
pemecahan masalah bisa dilakukan sedini mungkin agar mendapatkan hasil yang
lebih memuaskan. Cara yang bisa dilakukan dan diperhatikan orangtua untuk
melatih kemampuan pemecahan masalah pada anak-anaknya, antara
lain;
Pertama, beri rasa aman
dan nyaman dengan cara menunjukkan penerimaan anak, serta memberi kesempatan
pada anak untuk kemungkinan melakukan kesalahan. Perlu disadari, dalam hal ini orangtua
sedang mengajarkan anak untuk memiliki keterampilan dalam hidup, bukan sedang
menciptakan manusia super tanpa kesalahan.
Selanjutnya, orangtua
perlu memahami prinsip-prinsip perkembangan agar metode pembelajaran dalam pola
asuh pada anaknya dapat berpihak dan sesuai dengan perkembangan anak. Gunakan
metode permainan agar lebih mengasyikkan dan membuat anak tidak merasa
tertuntut dan tertekan dalam menerima pembelajaran tersebut.
Kedua, orangtua perlu
menjadi model yang baik bagi anaknya. Orangtua yang selalu menunjukkan reaksi
marah dengan suara keras serta mengumpat saat menghadapi masalah, maka anak
akan belajar untuk melakukan hal yang sama dalam menghadapi masalahnya. Maka,
tunjukkanlah perilaku baik dalam menghadapi masalah agar dapat ditiru anak.
Ketiga, jalinlah
komunikasi dua arah yang baik antara orangtua dan anak. Keterampilan komunikasi
yang dimiliki orangtua dapat memperlancar tujuan pembelajaran pada anak. Komunikasi
bukan hanya sekedar memberikan tempat curhat bagi anak, tetapi juga harus
terampil dalam memberikan umpanbalik secara jelas dan tegas, serta terampil
mengkomunikasikan dukungan positif bagi pembentukan perilaku anak.
Keempat, buatlah proses
pembelajaran positif tersebut menjadi sebuah kebiasaan. Gunakan media bermain
anak sebagai tempat pembiasaan tersebut, seperti dengan cara bercerita atau
pada kejadian sehari-hari. Biarkan anak belajar memecahkan masalah yang muncul
dalam kehidupannya. Orangtua menyediakan fasilitas dan memberikan bantuan jika
anak benar-benar tidak mampu menyelesaikan masalahnya.
Sadarkah bahwa dalam hidup ini, masalah
merupakan hal penting yang bisa membuat seseorang bertumbuh jadi dewasa? Perhatikanlah
anak-anak yang selalu dibantu masalahnya oleh orangtuanya! Ketika akhirnya
anak-anak ini tumbuh menjadi remaja dan dewasa, badannya saja yang makin besar,
tapi sifatnya masih kanak-kanak, seperti egois, manja, cengeng, atau sifat
kekanakan lainnya.
Maukah kita kalau suatu hari anak-anak
kita tumbuh menjadi pribadi seperti ini yang tidak tahu apa-apa, tidak mengerti
apa-apa, naif, bahkan tidak mampu hidup tanpa orangtuanya? Mumpung masih kecil.
Ajarkan anak-anak keterampilan untuk mengatasi masalahnya sendiri, orangtua
cukup ajarkan caranya, jangan bantu anak terus-menerus. Misalnya ketika anak
menengahi pertengkaran teman-temannya. Maka, coba hargai pendapat anak dan
berikan mereka kepercayaan bahwa ia akan dapat menemukan solusinya. Berikan
waktu untuk dapat menengahinya. Meski tak jarang hal ini akan membuat ia
berlari dan meminta bantuan orang dewasa untuk dapat menyelesaikan konflik,
akan tetapi tetap berikan ruang dan kepercayaan.
Ketika anda datang
menghampiri anda untuk meminta bantuan agar bisa menengahi pertengkaran
temannya, cobalah ajukan beberapa pertanyaan padanya. Dengan begitu, umumnya
anak-anak akan dapat menerima solusi yang diusulkan oleh orang dewasa.
"Kalo kata ibu sih, daripada kalian bertengkar gara-gara ingin satu
kelompok, lebih baik bermain bersama-sama sayang."
Meskipun masih kecil dan
tumbuh dalam tubuh balita, bukan berarti anak-anak tidak memiliki kemampuan
untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Asal ada usaha dan bantuan serta
dorongan dari orangtua untuk melakukannya, maka insya Allah perlahan namun
pasti si balita akan belajar bagaiman caranya menyesaikan sebuah konflik.
Memang hasil yang diraih tidak akan sempurna, akan tetapi proses lah yang harusnya
dinilai bukanlah hasil akhirnya.
Penulis: Budi Haryadi, Pemerhati dunia anak
Foto Ilustrasi :
google
Post a Comment