Belajar Sejak Kecil
Oleh
: Prof. Dr. Indarto, DEA
Salah
satu perbedaan yang sempat saya amati tentang kebiasaan masyarakat Indonesia
dengan masyarakat negara maju adalah ketika mereka sedang menunggu, atau ketika
mereka sedang berada di dalam kendaraan umum,
menunggu giliran periksa di rumah sakit, antrean di bank atau menunggu bus
kota.
Beberapa
waktu yang lalu, ketika berkunjung ke suatu negara, saya selalu berusaha menyempatkan
diri untuk naik sarana transportasi massal, biasanya kereta listrik bawah tanah,
sub-way atau metro. Suatu pemandangan
yang selalu saya lihat di dalam kereta tersebut, baik di Seoul, Tokyo maupun di
Paris, yaitu banyaknya para penumpang yang duduk sambil membaca, baik buku, majalah
maupun koran (waktu itu ebook-reader
belum ada). Perilaku mereka hampir sama, untuk memanfaatkan waktu dalam
perjalanan kebanyakan mereka membaca. Bahkan beberapa penumpang lebih senang memejamkan
mata, istirahat, tidur. Paling tidak mereka berusaha memanfaatkan waktu untuk
mengembalikan stamina.
Lalu,
apa yang saya lihat ketika beberapa kali saya naik bus Trans Jakarta sebagai
salah satu sarana transportasi massal di ibukota? Di dalam bus tersebut jarang sekali saya
melihat penumpang yang membaca, yang sering saya lihat adalah sederetan remaja
yang duduk sambil mengoperasikan hand-phone.
Untuk
membunuh waktu, masyarakat kita lebih memilih sms-an daripada membaca, sebuah kegiatan
yang kemanfaatannya masih dipertanyakan terutama bagi remaja. Hal ini
menunjukkan bahwa budaya membaca di kalangan masyarakat kita memang masih jauh
ketinggalan dibanding mereka. Masyarakat kita lebih senang menulis sms yang busa
dilakukan tanpa harus menggunakan pikiran, lebih bersifat entertainment. Meskipun mereka juga membaca tetapi yang mereka baca
bukanlah sumber informasi, berbeda dengan membaca buku yang berfungsi sebagai
sumber ilmu pengetahuan.
Minat
membaca saja masih sangat rendah, apalagi minat untuk belajar, busa kita
bayangkan kapan bangsa Indonesia akan berhasil mengejar ketertinggalan kemajuan-kemajuan
yang telah dicapai oleh negara-negara lain. Kalau ini terus berlanjut, kita
akan selalu menjadi negara yang terjajah secara ilmu pengetahuan dan teknologi
yang implikasinya sangat luas. Kalau kita perhatikan produk kendaraan bermotor,
peralatan elektronik yang dibuat di Indonesia kelihatannya laku keras, namun
yang mendapat untung besar bukan negara kita tetapi negara yang punya teknologi
dan modal, misalnya Jepang, Korea. Hal ini belum ditambah dengan produk-produk
berteknologi tinggi dari negara lain yang masuk ke Indonesia.
Budaya
gemar membaca atau belajar tidak muncul begitu saja, harus dikondisikan sejak
kecil. Pada kenyataannya tidak banyak orangtua yang membuat perencanaan kegiatan
agar anaknya mempunyai minat belajar sejak kecil. Memang, untuk
menumbuhkan minat belajar pada anak-anak
tidaklah mudah. Perlu kesabaran, keseriusan, juga perlu kesepakatan dengan
pasangan kita, dan bahkan perlu strategi. Bila kita sudah berhasil membiasakan
belajar pada anak-anak sejak kecil, insyaAllah setelah besar mereka akan lebih mudah belajar secara mandiri.
Nabi
Muhammad Shallalahu ‘Allaihi Wasallam sendiri ketika
menerima wahyu pertamakali di gua Hira yang dibawa oleh malaikat Jibril juga
dimulai dengan perintah “iqra”, bacalah. Nabi menjawab,
“Saya tidak dapat membaca.” Lalu malaikat memegang dan mendekap Nabi dengan
kuatnya. Kemudian malaikat Jibril melepaskan dan mengatakan, “Bacalah!” Nabi
menjawab, “Aku tidak dapat membaca!” Malaikat itu mengulanginya untuk yang
ketiga sambil mengatakan, “Iqra’ busmi
rabbikal ladzii khalaq,” Bacalah
dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan.” (Al-’Alaq: 1).
Hendaknya
percakapan malaikat Jibril dengan Nabi Muhammad Shallalahu ‘Allaihi Wasallam di gua Hira ini dapat dijadikan cambuk
bagi umat Islam agar selalu belajar, insyaAllah.
Penulis:
Prof. Dr. Indarto, DEA, Pemimpin Umum Majalah Fahma, Guru Besar
Fakultas Teknik Mesin UGM Yogyakarta
Foto: google
Post a Comment