Agar Nasehat Meresap di Hati Anak
Oleh : Suhartono
Memberi nasehat
merupakan suatu perbuatan yang amat sangat terpuji. Mengenai hal itu Allah
nyatakan secara tegas dalam Al-Qur’an bahwa di antara orang yang tidak merugi
dalam hidupnya adalah orang yang suka memberi nasehat.
“Demi masa, sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi (celaka), kecuali orang-orang yang
beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling
menasehati dalam kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)
Namun siapa sangka
bahwa dalam melaksanakan nasehat, ternyata tidak semudah yang dibayangkan.
Untung-untung cuma tidak didengarkan, parahnya ketika nasehat yang diberikan
malah dibantah, dilawan dan diacuhkan. Ironis bukan?
Ada yang perlu
diperhatikan oleh setiap orang yang ingin memberi nasehat, baik itu berupa guru
yang hendak menasehati siswa-siswanya, orang tua kepada anak-anaknya.
Bahkan suami kepada
istrinya dan kepada siapa saja yang hendak menasehati orang lain, sebab
pekerjaan memberi nasehat itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Berkaitan dengan hal
itu, rupanya Al-Quran telah memberi petunjuk terhadap hal yang harus
diperhatikan pertama kali ketika hendak menasehati yaitu apakah si pemberi
nasehat sudah memaafkan kesalahan orang yang dinasehati? Akan hal itu Allah
berfirman dalam Al-Qur’an,
“Jadilah engkau (seorang)
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan” (Q.S. Al A’raf : 199)
Tentunya isyarat untuk
memaafkan sebelum menasehati yang diajarkan Al-Qur’an sangatlah logis, sebab
logikanya ketika orang yang sedang diberi nasehat dalam keadaan berbuat salah,
sedang kesalahan itu adalah dosa yang membuat hati keras, maka ketika itu
nasihat sebaik apapun tidak akan pernah berpengaruh.
Maka hal yang perlu
dilakukakan pertama kali adalah melunakkan hati orang yang dinasehati terlebih
dahulu. Cara melunakkannya adalah memaafkan kesalahannya setelah itu baru
dinasihati.
Sebab jika tidak
dimaafkan terlebih dahulu, hati mereka akan semakin keras dan ketika hati keras
sebaik apapun nasihat akan seperti angin lalu. Jadi memafkan sebelum menasehati
adalah kunci petama kesuksesan dalam memberi nasehat
Selain itu, ada hal lain
yang harus kita perhatikan, yakni waktu yang tepat kala memberi nasehat. Ada
kalanya nasehat yang bagus namun tidak disampaikan di waktu yang tepat,
hasilnya pun nihil. Maka, perhatikan waktu-waktu yang tepat untuk menyampaikan
nasehat.
Pertama, waktu makan. Di
banyak keluarga, waktu makan adalah saat istimewa untuk berkumpul bersama
keluarga. Begitu juga dengan anak-anak. Mereka sangat senang jika makan bersama
dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Dalam kondisi hati yang senang inilah,
nasehat dan arahan bisa diberikan kepada mereka. Di waktu makan ini pula
sejumlah adab bisa diajarkan. Misalnya saja cara makan yang baik dan sesuai
sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam.
Kedua, waktu anak sakit. Kondisi sakit
adalah saat melunaknya hati dan perilaku seseorang. Begitu juga dengan jiwa
buah hati kita. Dia yang sehari-harinya susah dinasehati, pada saat sakit
inilah diharapkan nasehat yang baik dan lembut dapat merasuk ke kalbunya. Hal ini
dicontohkan oleh Rasulullah ketika menjenguk seorang anak Yahudi dan
mengajaknya masuk Islam, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari : “Sesungguhnya,
seorang anak Yahudi yang biasa melayani Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menderita sakit. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam membesuknya,
kemudian dia duduk di sisi kepalanya. Lalu berkata, ‘Masuk Islamlah.” Sang anak
memandangi bapaknya yang ada di sisi kepalanya. Maka sang bapak berkata kepadanya,
“Taatilah Abal Qasim Shallallahu’alaihi
wa sallam.” Maka anak tersebut masuk Islam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar
seraya berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari
neraka,” (HR. Bukhari, no. 1356).
Itulah waktu-waktu untuk menasehati
anak kita. Serta jangan lupa untuk senantiasa mendo’akan anak-anak kita. Sebab
tanpa doa dari orangtua khususnya ibu, perjalanan hidup anak akan mengalami
aral rintang yang susah.
Ketiga, ketika dalam perjalanan.
Tidak harus perjalanan jauh, berjalan-jalan di sekitar rumah dengan makna
sebenarnya yaitu saat berjalan kaki pun nasehat dan arahan bisa diberikan.
Dalam kondisi ini jiwa seorang anak terasa fresh atau segar dan bahagia
sehingga petuah orang tua akan meresap dalam hatinya. Bisa juga sambil
membonceng anak jalan-jalan pakai motor atau angkot, inilah saat mengajak
anak-anak ngobrol.
Penulis
: Suhartono, Pemerhati dunia anak
Post a Comment