Kebaikan Apa yang Dihasilkan dari Secangkir Kopi yang Anda Minum?

 Oleh : Mohammad Fauzil Adhim


Syaikh Hamad ibn Muhammad Al-Anshari rahimahullah berkata, “قهوة بلا قدوع، كصلاة بلا خشوع.” Ngopi tanpa menyeruputnya sedikit demi sedikit ibarat shalat tanpa khusyuk. Kata قدوع bermakna meminum sedikit demi sedikit, pelan-pelan, agar terasa nikmatnya. Bukan sekali tenggak, langsung habis. Menyeruput kopi tanpa mencecapnya dengan syahdu ibarat shalat tanpa khusyuk. Habis? Iya, habis. Tapi tanpa kesan. Selesai, tetapi tidak membawa kemanfaatan.

Perkataan Syaikh Hamad ibn Muhammad Al-Anshari rahimahullah tersebut saya nukil dari Syaikh Dr Abdul Aziz Al-'Uwaid dari Kuwait tatkala beliau membincang pandangan para ulama penyuka kopi. Mengapa menyeruput kopi perlu sedikit demi sedikit, meminumnya pelahan dan tidak tergesa-gesa? Sebab pada asalnya kopi berkembang di dunia Islam sebagai minuman untuk menopang kebaikan; menguatkan punggung saat menelaah kitab, menahan mata agar tetap terjaga saat berkarya. Jadi bukan sekedar minuman yang dengannya orang saling bersaing kemewahan dan beradu citarasa. Menyeruput kopi pelan-pelan, seteguk jeda beberapa saat, diselai diskusi atau menambah pemahaman dengan membaca atau pun mengajarkan ilmu. Maka secangkir kopi merupakan teman untuk memetik kebaikan.

Ngopi pada awalnya berkembang di Yaman, tepatnya di sebuah kota pelabuhan Laut Merah bernama Mocha (المخا). Biasa juga ditulis dengan Mukha atau Mokha. Citarasa kopi dari kota Mocha memang unik sekaligus istimewa. Single origin alias kopi murni asli Mocha jika disangrai pada tingkat medium atau medium to dark seolah ada campuran coklat dan susu pada tingkat perpaduan yang eksotis. Sedemikian istimewa citarasa kopi Mocha yang terbaik sehingga ketika kopi ini semakin sulit didapatkan, orang berusaha untuk mendapatkan citarasa yang mendekati dengan mencampurkan coklat dan susu. Tentu saja sangat jauh berbeda antara citarasa asli kopi Mocha dengan kopi rasa Mocha hasil racikan kopi bercampur coklat dan susu. Bagaimana pun yang asli lebih istimewa.

Saya sendiri baru dua kali menemukan kopi Mocha (bukan rasa Mocha) yang sesungguhnya. Pertama, saya menemukan ketika sedang berada di Hong Kong. Roasting yang pas membuat rasa kopi, coklat dan susu keluar dengan sempurna. Kedua kali, saya menemukan ketika saya sedang ada kegiatan di Singapura. Saya tidak tahu apa yang membedakan, besar dugaan karena sangrainya yang ringan (light) sehingga citarasanya tidak keluar dengan sempurna.

Pernah juga beberapa kali memperoleh kopi yang bertuliskan Mocha, meskipun sebenarnya kopi Arabica yang mengalami proses pengolahan sehingga dianggap seperti Mocha. Tetapi sejauh ini, citarasa kopi berlabel Mocha itu tetap kuat sebagai kopi Arabica. Bukan menggambarkan kekhasan kopi Mocha Yaman, walaupun kopi Mocha sendiri pada dasarnya merupakan kopi yang berasal dari Shan'a' (صنعاء) atau lebih dikenal dengan Sana'a.

Kembali kepada perkataan Syaikh Hamad ibn Muhammad Al-Anshari. Meskipun tampaknya berhubungan dengan cara menikmati agar setiap teguknya lebih syahdu, tetapi pesan utama ungkapan tersebut justru menekankan agar minum kopi bukan sekedar bernikmat-nikmat dengan citarasa. Menyeruputnya sedikit demi sedikit agar ia benar-benar menjadi teman yang baik dalam meraih keutamaan; dalam diskusi, menelaah kitab maupun menuliskan gagasan serta mengajarkannya kepada orang lain.

Adakalanya ungkapan “قهوة بلا قدوع، كصلاة بلا خشوع” digunakan untuk mengingatkan dalam urusan lain, semisal mendidik atau hubungan suami-istri. Sebagai teguran kiasan bagi para orangtua, ungkapan ini lebih bermakna agar orangtua benar-benar dekat anaknya, berbincang hangat dengannya bukan sekedar berbicara kepadanya, serta menghayati peran sebagai orangtua dengan sungguh-sungguh. Jadi, ungkapan ini juga sebagai nasehat kebaikan.

Omong-omong, dari secangkir kopi yang Anda minum, kebaikan apa yang telah kita hasilkan?

Penulis : Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku-buku Parenting | Twitter @kupinang
Powered by Blogger.
close