Pentingnya Nafkah Halal untuk Keluarga




Oleh: Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A.
           
Akhir-akhir ini berita korupsi dan kemerosotan moral generasi muda selalu menghiasi halaman media masa. Dua hal yang secara langsung seperti tidak ada hubungannya. Namun kalau ditelaah lebih lanjut, tidaklah salah kalau dikatakan bahwa yang kedua merupakan akibat dari tindakan yang pertama yaitu tindakan korupsi, tindakan mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Para koruptor yang pernah berhasil memanfaatkan kesempatan mengambil harta pihak lain, tidak akan pernah merasa cukup, tidak mungkin hanya mengambil sekali saja. Pengulangan selalu akan terjadi manakala ada kesempatan. Mereka melakukan korupsi tanpa berpikir jauh ke depan bahwa harta haram yang diambil itu nantinya akan dipakai untuk menafkahi istrinya, membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya, membawa ke dokter anaknya yang sakit dan sebagainya. Bahkan setelah anaknya menikah, harta haram tersebut juga dipakai untuk menghidupi cucu dan keturunannya.

Tidak mengherankan jika saat ini terlihat banyak anak para koruptor yang hanya menjadi sampah masyarakat karena mereka dibesarkan dengan harta haram. Mereka menjadi pecandu narkoba, pengkonsumsi obat-obat psikotropika, senang berfoya-foya sambil minum minuman keras, menjadi berandal jalanan,melakukan kehidupan malam yang bebas.

Banyak anak para koruptor sudah tidak mampu lagi berpikir untuk membedakan mana perbuatan yang halal dan yang haram. Yang terpikir oleh mereka hanya dengan cara bagaimana bisa mendapatkan dan melampiaskan kesenangannya dengan uang. Ironisnya, pada kondisi seperti ini orangtua mereka sudah tidak mampu atau tidak berani melarang anaknya. Kalau dilarang, anak-anak pasti akan melakukan perlawanan dan orangtua tidak bisa mengelak karena anak-anak juga tahu, bahwa mereka terjerumus ke dunia gemerlapan juga akibat barang haram yang diberikan orangtuanya.  

Selama korupsi masih tetap dibiarkan merajalela, rantai “generasi turunan  koruptor” ini tidak akan terputus. Kita harus sangat hati-hati dalam mencari rejeki untuk anak keturunan kita. Jangan sampai mereka menjadi tidak terkendali, menjadi generasi tanpa arah hanya karena dalam mencari rejeki kita tidak mempedulikan halal dan haramnya, termasuk tidak mempedulikan zakat yang harus dikeluarkannya. Korupsi dapat terjadi di mana saja, tidak hanya terbatas pada penguasa. Guru yang seharusnya mengajar selama 90 menit, namun hanya mengisi 60 menit, maka dia sudah mengkorupsi waktu sehingga honor yang dia terima sebagiannya mungkin juga tidak halal.

Ada sebuah kisah menarik ketika Abu Bakar disuguhi kurma oleh seorang budak. Abu Bakar pun memakan kurma tersebut. Usai makan, Abu Bakar yang sangat berhati-hati pun menanyakan bagaimana sang budak memperoleh makanan tersebut. Sang budak pun menjawab, “Dulu saya pernah berpura-pura menjadi dukun semasa jahiliyah. Kemudian saya meramal seseorang. Sebetulnya saya tidak bisa meramal, namun orang tersebut saya tipu. Barusaja saya bertemu dengannya dan dia memberikan makanan yang baru saja Anda santap,” Seketika itu juga, Abu Bakar pun langsung memasukkan jarinya dan memuntahkan isi perutnya.

Abu Bakar mengatakan, “Andaikan makanan itu tidak bisa keluar kecuali ruhku harus keluar, aku akan tetap mengeluarkannya. Ya Allah, aku berlepas diri dari setiap yang masuk ke urat dan yang berada di lambung,”

Kita harus memberikan pada mereka rizki yang halal, ingat perintah Allah Ta’ala di dalam Surat An-Nahl Ayat 114: “Maka, makanlah dari rizki yang diberikan Allah kepadamu yang halal lagi baik, dan bersyukurlah atas nikmat Allah jika benar ibadah(pengabdian)-mu hanya kepada-Nya semata”. Jangan hancurkan masa depan mereka. Kebajikan sulit muncul keluar kecuali kita mengkonsumsi sesuatu yang baik. Jangan biarkan doa anak keturunan kita tidak terkabul hanya karena kita memberikan kepada mereka segala sesuatu yang haram. Seperti yang telah diwasiatkan oleh junjungan kita Rasulullah Muhammad Shallalahu ‘allahi wasallam “Banyak orang berusaha sekuat tenaga untuk beribadah kepada Allah lalu mengangkat kedua tangannya seraya memohon, “Ya Allah! Ya Allah! kumohon pada-Mu, terimalah ibadahku.” Tetapi jika makanannya haram, minumannya juga haram, pakaiannya pun haram, bagaimana mungkin doa mereka itu akan dikabulkan?” (HR Muslim dan Tirmidzi).

Kita harus tegas mendidik anak-anak, jangan turuti segala kemauannya, jangan biarkan dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena kelak setelah dewasa jangan sampai dia akan menghalalkan segala cara demi untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

Penulis : Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A., Guru Besar Fakultas Teknik Mesin UGM, Pimpinan Umum Majalah Fahma
Powered by Blogger.
close