Bersabar Terhadap Bala’ dan Bersyukur di Waktu Lapang




Oleh : Nur Fitriana

Ibnul Jauzi mengisahkan bahwa ada seorang ahli hikmah melakukan perjalanan menuju Al Arish untuk melakukan ribath, yakni upaya menyiapkan diri terikat dalam pembelaan Islam. Di tengah perjalanan ribath, ia bertemu dengan seorang lelaki tua di bawah tendanya. Laki-laki itu buta, tidak memiliki kedua tangan tidak pula kedua kaki, sedangkan di tubuhnya banyak kecacatan yang menimpa. Namun meski demikian laki-laki itu selalu mengucapkan hamdalah dan bersyukur kepada Allah.

Si laki-laki ahli hikmah pun ingin memetik pelajaran dari apa yang ia saksikan saat itu, hingga ia memutuskan untuk bertanya kepada laki-laki yang berada di bawah tenda tersebut,”Apa yang menyebabkan Anda untuk selalu bersyukur padahal aku tidak pernah melihat berbagai macam balak kecuali hal itu ada pada diri Anda?”

Laki-laki tua itu pun menjawab,”Tidakkah engkau lihat apa yang Allah anugerahkan kepada diriku. Jika sekiranya Ia mengirimkan api dari langit untuk membakarku, atau menimpakan gunung kepadaku, atau menenggelamkan diriku ke dasar laut, maka aku tetap bersyukur.”

Kemudian laki-laki tua tersebut menyampaikan kepada si ahli hikmah,”Dan sesungguhnya aku memiliki hajat terhadapmu, aku memiliki anak perempuan yang biasanya menyediakan makanan untuk buka puasaku, apakah engkau melihatnya?”

Setelah tahu bahwa yang di depannya adalah laki-laki shalih, si ahli hikmah pun ingin membantu laki-laki tersebut dalam rangka bertaqarub kepada Allah. Dia pun mencari anak perempuan di tengah padang tandus tersebut. Si ahli hikmah pun terkejut tatkala menyaksikan ada anak perempuan yang meninggal karena diserang binatang buas, ia pun mengucapkan,”Innalillahi wa inna ilaihi rajiun…”

Kemudian si ahli hikmah pun kembali kepada laki-laki shalih tersebut. Namun sebelum mengabarkan kejadian itu si ahli hikmah bertanya,”Apakah derajat Anda bagi Allah lebih tinggi daripada derajat Ayub Alaihissalam? Di mana Allah menimpakkan cobaan pada hartanya, anaknya, keluarganya serta badannya?” Laki-laki shalih itu pun menjawab,”Tidak, Ayublah yang lebih tinggi.”

Akhirnya si ahli hikmah menyempaikan,”Sesungguhnya anak perempuan Anda yang Anda meminta kepada saya untuk mencarinya, saya telah menemukannya. Ia telah dimakan oleh binatang buas.”

Laki-laki tua itu pun menjawab,”Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah) yang telah mengeluarkanku dari dunia sedangkan di hatiku tidak ada tempat baginya.” Kemudian laki-laki itu pun menjerit lalu kemudian wafat.

Di sepertiga malam setelah meninggalnya lelaki shalih, si ahli hikmah bermimpi bertemu laki-laki tersebut yang berada di sebuah taman hijau dalam keadaan membaca Al Qur`an. Si ahli hikmah pun bertanya,”Bukankah engkau adalah teman saya kemarin?” Laki-laki itu pun menjawab,”Ya.” Lalu si ahli hikmah bertanya penyebab ia memperoleh kedudukan seperti itu. Laki-laki shalih pun menjawab,”Karena bersabar terhadap bala’ dan bersyukur di waktu lapang.”

Pembaca yang dirahmati Allah, kehidupan seorang mukmin seluruhnya bernilai kebaikan dan pahala di sisi Allah, baik dalam kondisi yang terlihat membuatnya senang ataupun susah. Seorang hamba yang sempurna imannya akan selalu bersyukur kepada Allah ketika senang dan bersabar ketika susah, maka dalam semua keadaan dia senantiasa ridha kepada Allah dalam segala ketentuan takdir-Nya, sehingga kesusahan dan musibah yang menimpanya berubah menjadi nikmat dan anugerah baginya.

Orang yang tidak beriman akan selalu berkeluh kesah dan murka ketika ditimpa musibah, sehinnga semua dosa dan keburukan akan menimpanya, dosa di dunia karena ketidaksabaran dan ketidakridhaannya terhadap ketentuan takdir Allah, serta di akhirat mendapat siksa neraka.

Sumber : Shifat Ash Shafwah, 4/ 327
Penulis : Nur Fitriana, Pemerhati pendidikan

Powered by Blogger.
close