Allah Maha Penyayang
Oleh
: Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A.
Pada
akhir bulan September kemarin, sewaktu saya keluar dari ruang dosen, ada tiga
mahasiswa yang mendekati saya dan menanyakan apakah betul saya Pak Indarto. Saya jawab “Betul, ada apa?”.
Ternyata mereka bertiga adalah mahasiswa baru angkatan 2017 yang pembimbing
akademiknya saya. Mereka akan minta kartu ujian tengah semester.
“Baik,
tetapi saat ini kartu ujiannya tidak saya bawa”. “Nanti diambil di ruang saya ya...
di gedung rektorat lantai dua”. “Baik pak”, jawab mereka hampir bersamaan.
Siang harinya mereka datang. Seperti biasanya, karena saat itu saya agak longgar,
maka kesempatan tersebut saya gunakan untuk memberikan motivasi pada mereka,
agar bersungguh-sungguh dalam menghadapi masa peralihan ini, yaitu dari status
siswa menjadi mahasiswa. Hal ini saya lakukan karena salah satu tugas
pembimbing akademik adalah memberikan nasehat atau saran ketika mereka
mempunyai persoalan.
Ternyata
ketiganya mempunyai kesulitan yang hampir sama, yaitu kesulitan dalam
menghadapi perubahan atmosfer akademik. Saat inilah yang saya tunggu agar saya
bisa masuk ke persoalan mereka, untuk memberikan motivasi dan mengarahkan agar
mereka bisa melewati masa transisi dengan baik.
Saya
katakan pada mereka, bahwa semester satu ini merupakan masa kritis sehingga harus dihadapi dengan serius dan kerja keras.
Karena bila hasil belajar di semester awal ini bagus, maka secara tidak
langsung akan menjadi motivasi, menjadi penyemangat untuk menempuh mata kuliah
di semester berikutnya. Secara moral dia merasa sudah berhasil melewati masa
transisi.
Dengan
percaya diri dia akan menceritakan keberhasilan pada orangtuanya yang telah membiayai.
Mereka akan senang, dan ini akan membuat kita semakin semangat, semakin kerja
keras. Hal ini akan berbeda bila hasil semester awal jelek, karena akan menjadi
beban terus menerus di semester berikutnya.
Agar mereka
bertiga semakin termotivasi, saya menceritakan apa yang saya lakukan di tahun 1973
sebagai mahasiswa baru, seperti halnya mereka saat ini. Saya sampaikan juga,
memang saat itu gangguan-gangguan yang dialami oleh mahasiswa lebih ringan
dibanding sekarang. Saat ini pengganggu yang namanya gadget itu sungguh luar biasa. Hampir mustahil menghindar dari
gangguan ini, kecuali mereka yang memang mempunyai prinsip sangat kuat terhadap
efek negatif alat tersebut. Gangguan saat itu paling-paling hanya nonton film
di gedung bioskop, itupun hanya bagi mereka yang mempunyai uang, atau terlalu aktif
ikut organisasi kemahasiswaan.
Kepada
ketiga mahasiswa tadi, memang saya sengaja menekankan bagaimana saat itu saya
kerja keras dan sungguh-sungguh dalam menghadapi perkuliahan. Saya katakan bahwa
kita itu bukan superman, artinya kita
semua mempunyai keterbatasan. Apalagi saya juga bukan mahasiswa yang sangat cerdas,
bukan mahasiswa yang sekali baca bisa langsung paham, maka saya harus
berstrategi.
“Kira-kira
apa yang saya lakukan untuk itu?”, pertanyaan saya kepada salah satu dari
mereka. Sambil menggelengkan kepala dia menjawab “Saya tidak tahu Pak”. Lalu
saya katakan, bahwa saya harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin, saya isi
waktu tersebut dengan membiasakan diri membaca kembali catatan begitu kuliah
selesai. Kalau tidak ada kuliah lagi, maka saya langsung ke perpustakaan untuk
membaca catatan. Bila ada hal yang kurang paham, saya langsung mengambil buku
pegangan dosen yang ada di perpustakaan. Biasanya agar pemahaman teori bisa
lebih baik, saya mempelajari contoh-contoh soal yang berasal dari berbagai buku
pegangan dosen tersebut.
Saya juga
membentuk kelompok diskusi yang terdiri dari tiga atau empat orang, kalau
terlalu banyak tidak efektif. Sebelum ketemu, kami masing-masing berusaha membaca
terlebih dahulu agar diskusinya lancar. Selain teman kelompok, saya juga masih punya
beberapa teman diskusi perorangan.
Saya
katakan kepada ketiga bimbingan tersebut, bahwa Allah Ta’Ala itu sangat menyayangi hambanya yang telah berusaha
dengan sungguh-sungguh, Allah telah
memberikan hadiah pada saya. Karena saat itu masih sistem paket, belum sistem SKS, di antara
teman-teman seangkatan, saya yang paling duluan yudisium naik tingkat. Wallahu
A’lam Bishawab.
Penulis
: Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A., Guru
Besar Fakultas Teknik Mesin UGM, Pemimpin Umum Majalah Fahma
Sumber Foto : www.duniadosen.com
Post a Comment