Berkasih Sayang Pada Binatang
Oleh : Galih Setiawan
Islam adalah ajaran penuh kasih sayang dan rahmat. Tidak
hanya membatasi kasih sayang hanya kepada sesama manusia saja, namun makhluk
lain mendapatkan “imbas” kasih sayang dari ajaran Islam ini. Hal ini disebabkan
karena Allah telah menciptakan kehidupan binatang bersinggungan dengan
kehidupan manusia, bahkan mempermudah kehidupan manusia.
Dalam
sejarah peradaban Islam sendiri, hubungan harmonis antara manusia dengan
binatang terjalin dengan baik, sebagaimana eratnya hubungan antara Ashabul
Kahfi dengan anjing mereka. Demikan pula Rasulullah, beliau juga berhijrah
dengan onta setia beliau yang nama Al Qashwa`, di samping beliau juga memiliki
beberapa onta lain yang bernama Al Adhba` dan Al Jadm. Bahkan ada seorang
sahabat yang bernama Abdurrahman bin Shahr yang gemar membawa kucing kecil di
sakunya, hingga Rasulullah memanggilnya Abu Hurairah, alias ayah kucing.
Islam
sebagai ajaran yang menekanan kepada pemeluknya untuk menyayangi binatang
sebenarnya sudah tercermin dalam pembahasan dasar masalah fiqih, yakni masalah
thaharah (bersuci), di mana kita sebagai Muslim, dilarang buang air besar atau
air kecil ke dalam liang, merujuk kepada hadits yang diriwayatkan Abu Dawud.
Ada ulama yang menyebutkan bahwa di dalam liang biasanya ada hewan-hewan kecil.
Dengan buang air di tempat itu, maka hal itu bisa mendhalimi hewan-hewan
tersebut.
Dalam
buku yang sudah diterjemahkan oleh Hasan Baharun dengan judul Insan Kamil:
Sosok Keteladanan Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam, setidaknya ada lima
riwayat dalam menyayangi dan memperlakukan hewan. Riwayat pertama, pada suatu
saat beliau melewati sebuah jalan lalu melihat ada seekor onta yang kurus
kering, merana terlilit rasa lapar yang sangat. Melihat kondisi mengenaskan
yang dialaminya Rasul angkat bicara, “Takutlah
kalian kepada Allah dalam memperlakukan hewan-hewan ini. Tunggalilah ia dengan
baik-baik. Makanlah dagingnya juga dengan baik-baik.” (HR. Abu
Dawud)
Riwayat
kedua, masih tentang seekor onta. Kali ini Rasul memasuki kebun milik seorang
Kaum Anshar. Di dalamnya ada seekor onta yang tengah merintih dan menitikkan
air mata. Nabi turun dari kendaraannya lalu mengelus-elus bagian belakang
telinganya sampai ia merasa tenang. Sejurus kemudian, Nabi bertanya, “Siapa
pemilik onta ini?” Seorang Anshar datang mengaku sebagai pemiliknya. Nabi
berkata kepadanya, “Apakah kamu tidak
takut kepada Allah dalam memperlakukan hewan yang telah dianguerahkan
kepadamu ini? Baru saja ia mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya
kelaparan dan kepayahan karena banyaknya pekerjaan dan tumpukan beban di luar
kemampuannya.” (HR. Ahmad, Adu Dawud dan Hakim).
Selain
kedua riwayat tersebut, dalam riwayat yang lain Nabi pernah menjumpai beberapa
orang sedang berbincang-bincang dengan kondisi duduk di atas hewan
masing-masing. Melihat kejadian ini Nabi tidak diam diri. Beliau melakukan
advokasi atas hewan-hewan malang yang ditunggangi secara tidak
semestinya. Nabi berkata kepada mereka, “Naikilah
mereka dengan baik dan biarlah beristirahat melepas lelah dengan baik-baik.
Jangan kalian menjadikan punggungnya sebagai kursi ketika kalian sedang saling
berbicara. Bisa jadi yang dinaiki lebih banyak berzikir kepada Allah daripada
orang yang naik di atasnya.” (HR. Ahmad, Abu Ya`la dan
Thabrani).
Riwayat
keempat, ada seorang anak mengambil dua ekor burung dari sarangnya, sehingga
induknya mencari-cari ke sana kemari. Nabi bertanya, “Siapakah yang sudah
mengusik ketenangan burung itu, siapakah yang mengganggunya? Kembalikan kedua
anaknya ke tempat semula.” Dalam
kesempatan yang lain, Nabi melarang kita untuk menyia-siakan hidup seekor
burung, dijadikan sasaran permainan. Sabda beliau, “Siapa yang membunuh burung
dengan sia-sia, maka burung itu akan datang pada Hari Kiamat dengan suara yang
keras mengadu kepada Tuhan, ‘Ya Tuhan si fulan merampas nyawaku, menganiayaku
dan membunuhku tanpa suatu yang bisa dimanfaatkan olehnya sehingga aku mati
sia-sia.” (HR. Abu Dawud).
Riwayat
kelima, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Tajamkanlah pisau terlebih dahulu, sebelum
hewan yang disembelih itu akan dibaringkan.” (HR. Thabrani).
Semua
riwayat di atas menjadi petunjuk tentang bagaimana seharusnya kita tidak
berlaku semena-mena kepada siapa saja termasuk kepada binatang. Karenanya,
Allah murka kepada seseorang yang menyiksa hewan kucing piaraannya sampaia mati
mengenaskan. Si kucing yang malang itu tidak dberi makan, dibiarkan lapar
sampai mati menggelepar. Allah masukkan ia ke dalam neraka karena perbuatannya
ini.
Adalah
sebuah keniscayaan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam memang seorang Rasul
yang menjadi penyebar kasih sayang kepada seluruh makhluk di alam semesta,
termasuk hewan. Islam tidak memberi tempat sekecil apapun terhadap kesewenang-wenangan
atas semua makhluk.
Penulis : Galih Setiawan, Redaktur
Majalah Fahma
Post a Comment