Buka Pikiran Niscaya Datang Kebenaran
Oleh
: Imam Nawawi
Di
sela-sela diskusi yang cukup intens saya dengan para senior di Puncak, ada
kisah menarik yang dipaparkan oleh seorang sahabat perihal bagaimana Khalid bin
Walid yang sangat memusuhi Islam, dan Amru bin Ash yang begitu benci dengan
Nabi Muhammad tiba-tiba mendapat hidayah dan menjadi Muslim sejati.
Sahabat
saya menjelaskan bagaimana Muhammad Izzat Darwajah, seorang ahli Al-Qur’an yang
juga sangat memahami sejarah menganalisa bagaimana keduanya bisa masuk Islam.
Dalam
sebuah ayat Al-Qur’an disebutkan bahwa Allah mengunci mati hati orang-orang
kafir, lantas bagaimana orang kafir semacam Khalid dan Amru bisa masuk Islam?
Ternyata
keduanya melakukan apa yang harus diamalkan oleh akal dan hati nurani yakni
berpikir dan merenungkan hakikat kehidupan. Begitu seseorang mau berpikir dan
merenung, maka ia telah merobek dinding kebodohan, kesombongan sekaligus
kebutaan mata hati yang bersarang di dalam hatinya.
Salah
satu dari keduanya itu mengatakan, “Aku merenungkan dan membandingkan agama
berhala dan agama yang dibawa Muhammad. Kesimpulannya, agama Islam yang dibawa
Muhammad benar-benar sebuah ajaran yang tepat untuk manusia,” demikian papar
sahabatku menjelaskan bagaimana Khalid dan Amru bisa membuka hatinya menerima
cahaya Islam.
Artinya,
ketika kita ingin menjadi Muslim, terlebih Muslim yang taat, maka buang jauh
kesombongan, permusuhan, dan kebodohan diri dengan berpikir dan merenung. Insya
Allah hati kita akan terbuka dengan kebenaran.
Sesi
singkat dialog di atas, ketika kita ingin tarik dalam kehidupan pribadi kita
sendiri maka langkahnya pun harus sama.
Ketika
kita membenci seseorang tanpa alasan karena Allah, sesungguhnya kita berada
dalam kondisi akal dan hati yang tertutup dari mengenali masalah yang
sesungguhnya, sehingga akal tidak mampu bekerja dan kebencian itu pun kian
kuat, karena sikap kita sendiri.
Tanpa
dituntutn orang yang hatinya dipenuhi kebencian tanpa alasan yang jelas, akan
suka kepada berita-berita yang menyudutkan orang yang dibencinya. Sebaliknya,
akan sangat terluka ketika yang dibencinya dinilai mendapatkan kebahagiaan.
Hidup
tidak bisa dengan bekal katanya-katanya. Kita sendiri yang dianugerahi akal
untuk berpikir, wajib untuk berpikir. Melihat segala sesuatu secara objektif
dan adil.
Mari
kita lihat, mengapa Nabi Yusuf bisa memaafkan saudara yang sangat membenci dan
menghendaki kebinasaannya?
Karena
Nabi Yusuf sadar, sikap memusuhi saudara-saudaranya yang tidak berpikir itu
sama dengan menjerumuskan diri dan semua keluarganya dalam perangkap setan.
Maka, ego diri secara hewani tidak mampu mendominasi pribadi putra Nabi Ya’kub
yang cerdas lagi rupawan tersebut.
Prinsipnya,
mari kita buka pikiran kita untuk terhindar dari bisikan-bisikan buruk yang
membuat kita semakin jauh dari kebenaran. Sebab, hanya dengan diri mau membuka
pikiran, insya Allah akan ada secercah cahaya yang menyinari hati kita untuk
kemudian hidup sesuai kehendak-Nya, bukan keinginan kita yang sudah pasti tidak
akan 100% murni dari prasangka dan pretensi.
Penulis
: Imam Nawawi, Pimpinan Redaksi Majalah Mulia
Foto : https://id.theasianparent.com/
Post a Comment