Melatih Kepekaan Anak


Oleh : Supri Adi

Saat mengisi pengajian, seorang ustadz menceritakan pengalamannya. Sang ustadz mengisahkan bahwa suatu ketika dia pernah menyapu lantai rumahnya. Sang anak yang sudah kelas 1 SMP tampak sedan gasyik membaca koran di ruang tamu. Saat ustadz ini hendak membersihkan lantai di ruang tamu, sang anak masih terlihat asyik membaca koran. Sesekali ia melirik ke arah sang ayah. “Saya kira pas saya mau menyapu lantai di dekat dia duduk, dia segera bangkit dan menggantikan saya menyapu. Ternyata...., dia malah mengangkat kakinya agar saya tetap bisa menyapu lantai di dekat kursinya, hahaha....,” seloroh sang ustadz yang langsung disambut tawa jamaah.

Cerita di atas sekilas terlihat lucu. Namun sebetulnya menunjukkan kenyataan yang menyedihkan. Semakin dewasa usia anak, semestinya makin membuat dia belajar menjadi mandiri. Pada saat yang sama, dia juga perlu belajar peka terhadap orang lain, baik orangtuanya, gurunya atau temannya. Jika untukhal yang kecil seperti contoh di atas saja anak masih belum peka, apalagi untuk hal yang besar?

Di sinilah pentingnya melatih kepekaan sosialnya atau melatih kemampuannya dalam berinteraksi dengan orang lain. Itulah mengapa, kepekaan sosial penting ditanamkan semenjak kecil pada anak, agar kelak ia menjadi manusia dewasa yang peka dengan lingkungan sekitarnya. Adapun yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan kepekaan sosial pada anak adalah orangtua. Namun bukan berarti orangtua semata penentunya, karena lingkungan juga turut memberikan andil. Sebab, tingkah laku seseorang juga ditentukan oleh pengaruh-pengaruh dari luar.

Ada beragam kepekaan sosial yang penting ditanamkam semenjak dini, yang pada intinya bertujuan mengembangkan sikap empati kepada orang lain. Di antaranya berbagi dengan orang lain, berani meminta maaf bila melakukan kesalahan, bersedia membantu orang yang membutuhkan, dan kepekaan terhadap kemampuan fisik agar tidak melakukan tindakan yang menyakiti orang lain (umpama, main tarik temannya untuk bermain padahal badannya lebih besar, otomatis tenaganya lebih besar sehingga bisa menyakiti temannya), bertanggung jawab, menghargai orang lain, dan masih banyak lagi.

Latih empatinya dengan membiasakan untuk peduli atau berbagi dengan orang lain di sekolah, katakanlah menemani anak menghadiri undangan ulang tahun temannya atau menjenguk yang sakit. Latih anak untuk mendukung kemajuan temannya atau mendorongnya  untuk belajar dari kelebihan teman, misalnya menyaksikan teman yang  tampil di panggung atau memfasilitasi kemajuan saudaranya di kampung

Ajari anak untuk berkomunikasi secara efektif, misalnya mengajari bagaimana mengungkapkan perasaan secara sopan, jelas, dan beralasan, bukan ngambek atau marah-marah. Ajarkan anak untuk mendengarkan pendapat orang lain, tidak langsung menyela, atau memprotes, atau inginnya selalu didengarkan saja. Tanamkan pada diri anak untuk menepati janji yang baik supaya tidak terbiasa mengecewakan orang lain. Ajarkan anak sopan santun, kasih sayang terhadap yang lebih kecil dan hormat terhadap yang lebih tua. Ajarkan pula pada diri anak untuk bisa melihat secara objektif sisi positif dan sisi negatif orang lain secara adil.

Yang sangat penting lagi adalah menjelaskan pada anak untuk menjadikan konflik atau gesekan dengan temannya sebagai latihan untuk mematangkan diri. 

Jangan sampai kita langsung menjauhkan anak dari konflik karena akan mungkin dia tidak terbiasa menghadapinya. Atau mengompori anak untuk  menang dalam konflik dengan kekerasan atau dengan menjajah.

Lebih baik diarahkan dulu untuk menggunakan diplomasi atau membicarakannya dengan guru. Baru ketika sudah ada tanda-tanda bullying,  tentunya tidak bisa lagi kita membiarkan anak mengatasinya.  Kita perlu turun tangan bekerjasama dengan guru atau orangtua lain.

Meski kepekaan sosial itu penting untuk kemajuan anak-anak nanti, tapi jangan sampai kita salah mengarahkannya sehingga dia menjadi orang yang ”terlalu baik” karena kelemahannya atau jati dirinya lemah lalu membuatnya mudah ditekan atau dijadikan korban temannya.

Penulis : Supri Adi, Pemerhati pendidikan

Powered by Blogger.
close