Aku Bersih, Aku Rapi


Oleh : Adi Sulistama

Mengajarkan kerapian pada anak bukanlah sekedar mendidik anak agar selalu tampil rapi. Ada hal-hal lain yang dipelajari terkait mengajarkan kerapian ini. Dengan mendidik kerapian, maka secara tidak langsung, kita juga telah menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab dalam diri anak.

Mendidik kerapian pastinya tidak mudah. Sebab orangtua harus mampu menjadi teladan terlebih dahulu. Orangtua wajib membenahi ruangan dan perabot rumah yang  berantakan setelah dipakai beraktivitas. Rapikan buku-buku berserakan, tata ulang posisi rumah menjadi rapi. Jika hal ini sudah dilakukan, barulah kita mampu memberikan contoh baik pada anak agar menjadi rapi seperti orangtuanya.

Mendidik anak kerapian bisa berawal dari hal-hal kecil. Misalnya dengan mengarahkan anak agar selalu merapikan tempat tidur sebelum melakukan aktivitas lainnya. Untuk memulainya tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Perlu pendekatan sederhana pada momen yang tepat. Misalnya, kita bisa mengawalinya dengan obrolan ringan pada saat makan malam bersama. Awali dengan sebuah keinginan dari kita semua akan pentingnya memiliki rumah yang nyaman dan tertata. Lingkungan yang tertata membuat kita lebih nyaman.

Bagi anak yang masih kecil, prinsip ini bisa diawali dengan memberikan arahan agar mereka selalu merapikan mainannya, menyimpan buku bacaan dengan rapi, menata sandal atau sepatu sepulang sekolah atau bermain, harus terus menerus dilakukan. Hal ini bukan perkara mudah dan perlu perjuangan. Kesabaran dan kontrol emosi menjadi modal paling utama. Kita tak bisa langsung mengubah kebiasaan tidak rapi itu seketika, mereka akan belajar mencari nilai baik yang kita inginkan. Lambat laun mereka akan luluh dan menjadikan semua itu sebagai kebiasaan yang wajar. Kuncinya tentu konsistensi. Orang tua harus terus menerus membenarkan apa yang tidak benar, mengingatkan jika terlupa dan selalu memberikan arahan secara detail. Jika sabar pastilah akan membuahkan hasil yang kita inginkan.

Jika sudah terjadi pencapaian yang mendekati ideal, kita baru bisa bernapas lega. Anak menjadi insan yangterorganisasi dengan baik,terbiasa bertanggung jawab, akrab dengan hal berestetika tinggi dan tidak suka pada yang serbaberantakan. Disadari atau tidak, prinsip ini bisa jadi modal anak kelak di kemudian hari.

Tips mengajarkan kerapian pada anak
Susun jadwal fleksibel untuk membagi hari-harinya menjadi beberapa aktifitas yang berbeda, seperti kapan waktunya tidur, waktu makan, waktu bermain atau belajar, waktu bersosialisai (silaturahim ke tetangga/saudara), dan waktu yang diperlukan untuk hal lainnya. Dengan adanya jadwal harian, anak lebih mudah mengenali rutinitasnya sehari-hari, sehingga tubuhnya akan menyiapkan diri untuk beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Namun, jadwal ini hendaknya disikapi secara fleksibel, artinya tidak kaku hingga menutup kemungkinan kegiatan baru untuk dilakukan.

Ajak dan libatkan anak dalam kegiatan beres-beres dan merapikan. Ajari anak untuk memilih dan memilah barang/mainan untuk dikembalikan di tempat semula, selain melatih kebiasaan positif juga dapat dilakukan sebagai ajang belajar sekaligus bersenang-senang tentang warna karena barang-barang ditempatkan berdasarkan warna, tentang konsep besar kecil, panjang tinggi dan lainnya yang dikelompokkan berdasarkan hal tersebut, juga tentang banyak hal kreatif lainnya.

Jika anak menolak untuk merapikan mainan atau barang-barangnya, bicaralah kepadanya. Bicaralah tentang konsekuensi jika ia tak merapikan mainannya; mainannya akan tersapu, hilang, atau bahkan rusak terinjak, atau ia tak akan bisa belajar/tidur karena kamarnya/ruangan itu penuh dengan barang-barang, dan konsekuensi lainnya.

Anak mulai usia 2 tahun sudah dapat kita ajarkan kebiasaan merapikan kembali mainan/barangnya. Namun kita harus sedikit bersabar karena sebagaimana anak yang baru belajar, ia perlu waktu untuk membentuk kebiasaan baik ini.

Penulis : Adi Sulistama, Pemerhati dunia anak
Powered by Blogger.
close