Sang Penjaga Kuda



Oleh : Asih Subagyo


Ini jalan hidup dan cerita anak ke-3. Baru memasuki semester 2, di pesantren ini. Dia melanjutkan jenjang SMA, setelah tamat jenjang SMP, di Jonggol Bogor. Dia masuk dengan predikat muhafidz. Sudah setor hafalan 30 juz, saat masih kelas 2 SMP. Sebenarnya ini saatnya dia untuk me-mutqinkan hafalannya. Itulah alasan mengapa dia diterima di Pesantren ini. Yang sesuai kebijakannya, tidak menerima santri SMA , selain lulusan SMP-nya sendiri. Karena berlaku pendidikan selama 6 tahun (SMP lanjut ke SMA)

Kami, sebagai orang tuanya tidak mengira, dia bisa hafal secepat itu. Secara prestasi akademik, sebenarnya tidak menonjol. Rata-rata saja. Bahkan jauh dari kakak dan adiknya. Tetapi dia memiliki sifat penyayang. Ringan tangan. Suka membantu, senang menolong. Intinya care terhadap sesama. Ini, kelebihannya. Dan bisa jadi wasilah dipermudah dalam menghafal. 16 bulan, untuk menghafalkan 30 juz.

Di banyak kesempatan, tempat dan waktu, dia sering jadi penghidup suasana. Tidak hanya di rumah. Ternyata di kelas, di asrama, begitu juga. Anaknya easy going. Ada saja bahan ceritanya dan candaanya. Selalu muncul joke-joke ringan dan segar. Sehingga mudah berteman. Sejak masih kecil, dia selalu punya banyak teman. Bahkan liburan semester kemaren, bawa 4 temannya tidur di rumah untuk beberapa hari.

Kini dia harus mengulang hafalan lagi. Memulai dari tahsin. Sebab menurutnya, standar tahsin di Pesantrennya yang sekarang lebih tinggi. Sehingga banyak bacaan dan hafalannya yang harus dibenarkan. Makharijul huruf dan sifat huruf, termasuk beberapa yang harus dibenerin. Demikian juga panjang pendek (mad). Untung masih muda, sehingga mudah dan cepat diperbaiki. Olehnya dalam prakteknya, secara paralel dia tetep murajaah dan setor hafalan. Dia termasuk penyabar. Meski kadang protes juga. Maklum remaja. Emosi belum terkendali.

Kemarin saat bertemu, dia bilang ingin ke Turki. Sekolah SMA dilanjutkan disana saja. Pengin bersahabat dengan saudara muslim sedunia, katanya. Rupanya dia terkesan dengan ceritaku yang tahun lalu, sempat berkunjung ke sekolah Imam-Hatip, di Istanbul Turki. Bagaimana sekolah ini mendidik muridnya. Fasilitas yang diberikan. Siswa yang berasal lebih dari 100 negara. Demikian juga output dari sekolah ini. Banyak leader, jebolan sekolah ini. Bahkan Erdogan-pun adalah salah satu alumni Sekolah Imam-Hatip ini. Cerita itu terekam kuat di otaknya. Selain itu, ternyata, dia juga dapat cerita dari temannya. Yang kebetulan juga ingin sekolah di sana. Sehingga, semangatnya berkobar-kobar. Dia pengin dicarikan informasi. Saya sanggupi. Dan juga mengajak teman seangkatannya.

Dua bulan lalu dia bersama 2 kawannya, mewakili sekolahnya, untuk ikut lomba debat berbahasa Arab di UIN Malang. Tim-nya gagal di babak penyisihan. Tetapi hasil rekaman yang dikirim oleh musryifnya melalui WA ke saya, menunjukkan bagaimana dia beradu argumen di lomba itu. Meski kalimatnya kadang salah, dia tetap style yakin. Ini juga salah satu kelebihannya. Percaya dirinya, seringkali menutupi kekurangannya. Level PD-nya di atas rata-rata.

Di Pesantrennya olahraga yang menjadi sunah nabi, difasilitasi. Berenang, memanah, dan berkuda. Di samping itu, olahraga lainnya, seperti sepakbola, futsal, dan beladiri. Panah disediakan, sehingga saban sore santri-santri berlatih. Sedangkan kolam renang, masih sewa tempat orang lain.

Untuk berkuda, Pesantren punya 7 kuda, mungkin kini sudah bertambah lagi. Ini dipakai latihan oleh santri untuk berkuda. Ada jadwalnya, yang diatur. Supaya ratusan santri itu dapat giliran. Dan dia dapat amanah, sebagai penjaga kuda. Hampir semua kudanya, jenis kuda Sumbawa. Saya kurang paham. Namun dia bisa menjelaskan tentang jenis kuda, asalnya, kelebihan, dan kekurangannya, makanannya, cara memacunya, dsb. Cukup detail. Saya hanya manggut-manggut. Dia bertanggung jawab memberi makan, minum dan termasuk memandikannya, serta melatih untuk dipacu. Dia dapat amanah kuda betina, yang paling kecil, awalnya. Sekarang sudah ganti lagi amanahnya. Dia enjoy dan menikmati. Sebab sebagai penjaga kuda, dia bisa lebih banyak latihan berkuda dari teman lainnya. Untuk anak sesuainya, ini akan memberikan pengalaman berharga baginya, kelak saat dewasa. Dia “mencintai” kudanya, seperti orangtua merawat anaknya. Meskipun giginya sempat patah, gegara di seruduk salah satu kuda, dia tetap jalani peran itu. Bukannya membuat dia kapok, tapi malah bangga.

Inilah model pendidikan yang akan memberikan kesan sampai tua kelak. Dan sebenarnya ini merupakan hidden curriculum itu. Kurikulum yang tidak tertulis. Meski tidak nampak, tetapi berdampak dalam membentuk kepribadiannya. Dan ini dimulai dari menjadi Penjaga Kuda. Bahkan ini bagian dari menghidupkan Sunnah. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah berikut, ” Setiap hal yang melalaikan seorang Muslim hukumnya batil kecuali memanah dengan busur, melatih kuda, dan canda dengan istri.”. Wallahu a’lam

Bumi Sepintu Sedulang, 10/01/2018
Sumber Tulisan : www.masbagyo.net

Powered by Blogger.
close