Tersakiti Walau Tak Disakiti


Salah satu pintu kebahagiaan adalah turut berbahagia ketika melihat muslimin lainnya mendapatkan nikmat. Bukan berharap pemberiannya, bukan pula ucapan terima kasihnya. Tetapi mengetahui orang lain memperoleh nikmat pun, hati ini turut bersyukur

Sebaliknya, kita turut merasakan duka ketika muslimin lainnya ditimpa kedukaan. Kita berempati kepadanya, sehingga dengan itu justru hati kita akan semakin merasai kelembutan. Ia peduli tanpa menuntut kepedulian orang lain terlebih dahulu. Jika ia memberitahukan kepada orang lain, itu lebih karena ingin mengajak sesama muslim untuk melakukan amal shalih

Adakalanya ia berusaha memahami apa yang salah, mencoba meluruskannya, tetapi bukan mencari-cari kesalahan. Memahami kesalahan adalah cara untuk mencegah berulangnya masalah yang sama sekaligus menemukan jalan untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi

Di antara sebab derita adalah sibuk menghitung nikmat orang lain dan merasa perih karena tak mendapatkan nikmat serupa. Ada pula orang yang sibuk menebak-nebak apa yang diperoleh orang lain; ia mempercayai betul persangkaannya, melebihi kepercayaannya terhadap informasi. Ia sibuk mempersoalkan orang lain yang tak berbagi nikmat kepadanya, lupa dengan nikmat berlimpah yang mengguyuri kehidupannya

Benarlah nasehat Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Dan apa yang beliau sampaikan memang sungguh-sungguh sebaik-baik petunjuk. Beliau bersabda:

لَيْسَ الغِنَى عَنْ كَثْرَةِ العَرَضِ، وَلَكِنَّ الغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kaya itu bukanlah karena banyak harta, akan tetapi kaya itu adalah kaya hati (merasa cukup dan puas).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hati yang kaya merasa tenteram. Ia tak  risau melihat kekayaan orang lain yang tampak berlimpah, tak pula meninggikan diri di hadapan yang terlihat tak berpunya. Sebab takaran kemuliaan bukan pada seberapa banyak yang ia punya, tetapi seberapa baik taqwa dalam dirinya. Maka beruntunglah orang yang kaya hati. Ia temukan ketenteraman karena senantiasa merasa cukup, bahkan saat orang lain merasa kasihan kepadanya

Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ, ورُزِقَ كَفَافًا, وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan diberikan oleh Allah sikap qana’ah (rasa cukup) terhadap pemberian-Nya” (HR. Tirmidzi).

Merasa cukup (qana’ah) juga menjadi jalan yang mendekatkan kepada keselamatan. Dengannya ia tidak kufur terhadap nikmat Allah. Ia pun lebih mudah bersyukur. Ini semua lebih menjaganya dari jalan yang haram

Tetapi begitu tak ada qana’ah pada diri seseorang, bahkan justru bukan hanya tamak, ia pun memiliki ghil (tidak sreg, tak suka melihat orang lain memperoleh nikmat), maka ia mudah sakit hati. Ia merasa perih ketika mengetahui orang lain mendapatkan nikmat, sementara ia tak kebagian nikmat itu. Ia tersakiti walau tak ada yang menyakitinya.
Powered by Blogger.
close