Menghormati Musuh
Oleh : Salim A. Afillah
Selalu ada yang dapat kita jadikan pelajaran dari
mereka yang menyatakan diri sebagai lawan. Musuh yang padanya ada sifat-sifat
mulia, amat layak dikenang dan diikuti keluhurannya.
Barangkali itu yang hendak diajarkan Panembahan Senapati kepada kita.
Hari itu, Sungai Serang gempita oleh teriakan
perang dari dua pihak berkerabat, Jipang dan Pajang. Adipati Aria Penangsang,
cucu Raden Patah dari garis Pangeran Sekar Seda Lepen memimpin pasukannya
menghadapi kedatangan Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi yang mewakili menantu
kesayangan Sultan Trenggana, Jaka Tingkir yang bertakhta sebagai Hadiwijaya.
Gagak Rimang, kuda kesayangan Penangsang itu melangkah gagah
menyeberangi aliran deras. Pemuda itu, Danang Sutawijaya menyongsongnya dengan
mengendarai kuda betina yang jelita. Ini siasat cerdik Uwaknya, Ki Juru
Martani, yang tahu bahwa Gagak Rimang sedang dalam masa birahi. Maka begitu
mereka berdekatan, Gagak Rimang berubah liar tak terkendali melihat lawan
jenisnya. Dengan kegesitan luar biasa, Sutawijaya segera berhasil menghunjamkan
tombak Kyai Ageng Pleret ke perut Penangsang.
Perut sang ksatria Jipang terbedah, ususnya terburai keluar. Tapi dengan
daya tahan tubuh dan ketabahan luar biasa, Penangsang meraih untaian saluran
pencernaannya itu, dan melilitkannya ke keris Kyai Ma’isyatan Kabiir (Sang
Penghidupan Agung) yang diwangking di belakang pinggang. Dan dengan telak, dia
berhasil menendang Sutawijaya yang mendekatinya hingga pemuda itu rubuh.
Ketika Sutawijaya bangkit kembali, Penangsang menubruknya hingga
terhuyung, lalu mendekapnya dengan tenaga luar biasa. Tiba saatnya kini
menyelesaikan pertarungan dengan terhormat, dan keris lah senjata pamungkas
yang digunakan dalam ruketan semacam ini. Penangsang menghunus cepat Kyai
Ma’isyatan Kabiir.
Qadarallah wa maa syaa-a fa’al. Keris itu memotong usus Sang Adipati
sendiri, merasukkan racun warangan dari bilahnya berupa arsenik dan berbagai
bisa ke dalam tubuhnya. Aria Penangsang pun rubuh gugur ketika memperjuangkan
haknya atas takhta Demak.
Pemuda Sutawijaya, yang kelak dikenal sebagai Panembahan Senapati,
pendiri Kesultanan Mataram Islam, mengabadikan rasa hormatnya kepada lawan
tangguhnya, Aria Penangsang, dengan mewasiatkan keturunannya agar melilitkan
hiasan ronce bunga melati pada keris mereka sebagai pengganti usus terburai
Penangsang yang heroik. Sebuah penghormatan yang harum, indah, dan gagah.
Rahimahumullaah.
Penulis : Salim A. Fillah,
Penulis Buku
Post a Comment