Belajar Memahami Kenyataan Hidup




Saya pernah bertemu seseorang yang merasa hampir putus asa hadapi hidup. Menurutnya terasa begitu berat karena teramat menyiksa hati, pikiran dan tenaganya. Beberapa kali sepertinya (mudah-mudahan sih tidak sampai) ia menyalahkan kenyataan yang dihadapinya. Ia memang tak mengungkapnnya, tetapi saya menangkap kondisinya melalui sorot matanya dan juga sikapnya saat berbicara. Saya bukan tukang ramal atau tukang tebak nasib orang, tetapi saya hanya menyimpulkan berdasarkan beberapa pengalaman sebelumnya. Saya berusaha menasihatinya waktu itu, sebisa saya lakukan. Tentunya agar ia memahami bahwa hidup penuh ujian dan harus berani hadapi kenyataan.

Seperti kata pepatah: “Kehidupan itu ibarat berada di roda pedati, kadang kita di bawah dan kadang kelindes (eh, rugi semua atuh ya? Hehehe, maksudnya kadang di atas dan adakalanya kita berada di bawah). Kata “di atas” untuk menggambarkan kehidupan kita yang enak dan senang. Sementara “di bawah” adalah diksi alias pilihan kata untuk menggambarkan kehidupan kita yang tengah dilanda kesempitan hidup dan kesusahan.



Di sekolah kehidupan ini, dengan begitu banyak fakta dan peristiwa yang disodorkan kepada kita, dan bahkan mungkin kita alami sendiri, bisa memberikan pelajaran bagi kita untuk memahami kenyataan hidup. Bahwa kadang dalam hidup kita tak bisa memilih. Harus menerima apa adanya. Sepahit apa pun. Meski demikian, bukan berarti kudu menyerah. Nggak juga. Sebaliknya kita harus terus berusaha untuk memperbaiki kualitas hidup kita yang menurut kenyataan sungguh memprihatinkan.

Sobat, belajar memahami kenyataan ini akan lebih terasa kalo kita terjun dan terlibat di dalamnya. Iya, dong. Sebab, ibarat renang, kita bisa ngerasa bahwa renang itu lelah dan berat, tapi sekaligus menyenangkan kalo udah bisa, tentunya setelah nyebur dulu ke kolam dan langsung belajar renang. 

Biar nggak disebut nekat, tentu nyebur di kolam yang dangkal terlebih dahulu. Udah menguasai teknik renang dengan gaya tertentu (mungkin pertama kali bisa jadi gaya batu alias udah nyebur langsung tenggelam—ini harus ditolong sama temennya. Inilah perlunya teman—seperti kata sebuah iklan rokok: teman untuk pegangan), baru kalo udah mahir bisa ke kolam renang dengan tingkat kedalamannya makin tinggi. Nah, kalo cuma teori aja tanpa praktik, nggak bakalan bisa nyambung untuk memahami sebuah kenyataan yang kita rasakan. Termasuk dalam kehidupan sosial yang kita jalani.

Insya Allah deh, kalo udah kita jalani kehidupan ini kita bakalan merasakan bagaimana sejatinya hidup. Kita akan dapetin pengalaman bahwa kehidupan ini bisa dijadikan sarana untuk belajar memahami kenyataan hidup. Sehingga kita nggak terus menerus kecewa jika gagal, tapi sebaliknya akan berusaha untuk membenahi kehidupan kita agar lebih baik lagi. Begitu pula kita nggak akan merasa nyantai dan terlena kalo kebetulan dalam hidup ini merasakan kesenangan, sebab suatu saat pasti akan ada ‘jatuhnya’. Iya kan, sobat?

Salam, O. Solihin
 

Ingin berbincang dengan saya? Silakan via Twitter di @osolihin
Powered by Blogger.
close