Belajar Pada Sebaik Pendidik Anak dalam Al Quran


Oleh: Adi Sulistama

Dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 33 Allah subhanahu wataala memberikan contoh keluarga: Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).

Ayat ini menyiratkan pesan yang sangat dalam kepada kita bagaimana tipe-tipe pendidik yang baik dalam sebuah keluarga.

Allah Taala tidak memberikan gelar  Ala Adam wa Nuh  kepada Nabi Adam dan Nabi Nuh tetapi kepada Ibrahim dan Imran memberikan gelar Ala Ibrahim wa ala Imran.   Allah memuji Nabi Adam dan Nabi Nuh, tapi tidak memuji keluarga mereka. Mengapa? Mari kita kaji lebih dalam.

Sejatinya keluarga terbaik memiliki tiga ciri, yakni punya pasangan, anak dan cucu yang baik. Keluarga Ibrahim dan keluarga Imran punya pasangan, anak dan keturunan yang baik-baik semua. Sedangkan Adam dan Nuh tidak dipuji sebagai keluarga yang baik. Sebab putra nabi Adam membunuh saudaranya. Sementara putra nabi Nuh tenggelam dalam kedurhakaan pada Allah. Meski demikian, Nabi Adam dan Nabi Nuh tetap diberi kelebihan sebagai sosok ayah yang baik.

Bagaimana dengan Nabi Adam? Nabi Adam alaihissalam dipuji oleh Allah  karena meskipun beliau melakukan kesalahan, namun beliau tidak menuding pihak lain sebagai penyebab kesalahannya. Adam cepat mengakui kesalahannya. Ketika Nabi Adam dikeluarkan dari surga dan diturunkan di bumi, terlunta-lunta di muka bumi,  tetapi beliau tetap mengakui kesalahannya sendiri, tidak pernah menyalahkan pihak lain. Tidak menyalahkan iblis.
Nabi Adam alaihissalam mengakui kesalahannya sebagaimana dalam doa beliau: Robbana dholamna anfusana wa illam taghfirlana watarhamna lana kunanna minal khosyirin.

Kisah ini memberi pelajaran pada kita jika ternyata anak-anak kita bandel dan tidak mau mendengarkan nasehat,  jangan lalu menyalahkan pihak lain, gara-gara TV, gara internet, gara-gara gurunya, dan sebagainya. Tetapi hendaknya orangtua mawas diri, evaluasi diri terlebih dahulu.  Cepat akui kesalahan diri, tidak usah mencari kambing hitam. Itulah yang terbaik.

Nabi Nuh dipuji Allah meski anak dan isterinya kafir, tetapi Nabi Nuh tidak putus asa dalam berdakwah kepada anak-isteri dan kepada umat beliau. Beliau berdakwah siang-malam, tiada pernah henti.

Maka orangtua yang baik bukan melihat hasilnya, melainkan yang dilihat adalah prosesnya. Kalau orangtua hanya memikirkan hasilnya, maka ia akan berpikir instan. Tinggal panggilkan orang pintar atau dukun, minta amalan khusus agar anaknya pintar dan sebagainya.

Atau jika si anak kelakuannya tidak sesuai dengan harapan, orangtua mengancam akan memasukkan anaknya ke pesantren. Sungguh, ancaman yang membuat citra pesantren menjadi buruk. Pesantren dianggap sebagai bengkel untuk memperbaiki anak-anak yang akhlaknya rusak. Bahkan banyak orangtua yang sudah menyerah, lalu berkata ke pengurus pesantren, “Silakan ustadz, terserah mau diapakan anak saya. Kami sudah menyerah mengasuh dia. Kalau perlu dia menetap di sini saja. Gak usah kembali ke rumah. Bikin tambah pusing!” Astaghfirullah.

Jangan sampai kita seperti demikian. Tidaklah kita khawatir jika kelak hukumannya seperti Nabi Yunus yang marah kepada umatnya yang tidak mau beriman, lalu beliau meninggalkan umatnya itu.  Nabi Yunus merasa bahwa kaumnya tidak prospektif, bandel,  tidak mau beriman, diberitahu agar sholat, tetapi tidak mau sholat.  Dilarang berzina, tetapi bahkan berzina berkali-kali, maka Nabi Yunus alaihissalam kesal sekali, marah dan meninggalkan kaumnya, dengan maksud mencari kaum yang lain, yang kira-kira mau mendengarkan dakwahnya.  Maka Allah hukum Nabi Yunus dengan dimasukkan ke dalam perut ikan paus.  Kehidupannya terasa gelap.

Orangtua jangan sampai putus asa mendidik anak-anak terutama anak laki-laki. Hidayah adalah milik Allah.  Maka orangtua harus bekerja saja secara sungguh-sungguh, mendidik  anak dengan benar, sebagaimana Nabi Ibrahim dan keluarga Ali Imran yang sukses mendidik-anak-anaknya.||

Penulis: Adi Sulistama, Pemerhati dunia anak
Powered by Blogger.
close