Bukan Silaturrahmi

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim


Silaturrahmi itu menyambung kembali hubungan dengan kerabat yang telah putus. Bukan menyambung kembali dengan mantan pacar yang putus. Menghentikan komunikasi dengan mantan pacar yang datang menggoda melalui pesan bertubi-tubi via social media maupun pesan pribadi demi menjaga keutuhan rumah-tangga merupakan sikap yang sangat baik. Apalagi jika itu dilakukan untuk menjaga diri dari maksiat, menjauhi dosa, sungguh merupakan kemuliaan. Dan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan silaturrahmi.

Suatu ketika ada yang berkonsultasi kepada saya. Anaknya sudah beberapa, kehidupan rumah-tangganya dengan suami baik-baik saja, tapi tiba-tiba mantan pacarnya semasa SMA hadir kembali dalam kehidupannya. Awalnya sekedar sapaan sopan lewat SMS, tetapi berlanjut godaan dan ungkapan yang mulai mengganggu perasaan. Ini membahayakan rumah-tangga. Itu sebabnya ia ingin segera mengakhiri komunikasi dan menutup pintu-pintu kesempatan. Tetapi ia bimbang ketika sang mantan mengeluarkan ungkapan tentang ancaman bagi orang yang memutus silaturrahmi. Indah sekali, menggunakan istilah agama untuk melakukan maksiat, meskipun istilah itu salah tempat.

Jangankan menjalin komunikasi dengan mantan pacar, mengunjungi guru pun bukan termasuk silaturrahmi. Itu merupakan bentuk ziarah (kunjungan) kepada orang-orang baik. Ini hal yang terpuji. Tapi tetap bukan tergolong silaturrahmi.

Kata Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

“Orang yang menyambung silaturrahmi itu, bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah terjalin, akan tetapi orang yang menyambung silaturrahmi ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus.” (Muttafaqun 'alaih).


Hadis menunjukkan dengan sangat jelas bahwa sekedar berkunjung bukan termasuk silaturrahmi. Disebut silaturrahmi itu jika ia menyambung kembali hubungan yang terlah terputus. Dan itu pun hanya jika ada hubungan kekerabatan (nasab). Kita tidak membahas secara detail tentang hal ini sekarang.

Ada yang menggunakan hadis tentang larangan hajr lebih dari tiga hari untuk masalah silaturrahmi. Dalil ini benar, tapi bukan berkait dengan silaturrahmi.

Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَحِلُّ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَهْجُرَ مُؤْمِنًا فَوقَ ثَلاَثٍ، فإنْ مَرَّتْ بِهِ ثَلاَثٌ، فَلْيَلْقَهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ، فَإنْ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلامَ فَقَدِ اشْتَرَكَا في الأجْرِ، وَإنْ لَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ فَقَدْ بَاءَ بِالإثْمِ، وَخَرَجَ المُسَلِّمُ مِنَ الهِجْرَةِ

“Tidak halal bagi seorang mukmin mendiamkan saudaranya yang mukmin lebih dari tiga hari. Jika melewati tiga hari, maka hendaklah dia menemuinya lalu mengucapkan salam kepadanya. Jika dia telah menjawab salamnya, maka keduanya sama-sama mendapatkan pahala. Jika dia tidak menjawabnya, maka dia berdosa, sedangkan yang memberi salam telah berlepas diri dari mendiamkan saudaranya.” (HR. Abu Dawud).


Ini merupakan perintah yang jelas. Tetapi tidak dapat menjadi hujjah larangan menjauhi mantan pacar. Cukuplah dosa yang telah lalu itu ditangisi dan ditaubati. Jangan ditambah lagi.

Melukai orang itu tidak boleh. Tetapi bukan berarti seorang dokter bedah tidak boleh mengoperasi pasiennya.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku
Powered by Blogger.
close