Kapan Baiknya Mengajarkan Anak Membaca?



Oleh : Mohammad Fauzil Adhim
 
Kapan sebaiknya mengajarkan anak membaca? Jika yang dimaksud adalah mengajarkan kaidah-kaidah membaca, merangkai huruf menjadi bunyi, menggabungkan bunyi-bunyi itu sebagai kata yang bermakna, maka kita dapat mengajarkannya ketika anak sudah memiliki kesiapan membaca (reading readiness). Kira-kira usia 6 atau 7 tahun.

Mengapa pakai kira-kira? Karena kesiapan tidak datang tiba-tiba. Jika anak sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya, kesiapan membaca itu dapat tercapai di usia lebih awal; bisa 5 atau bahkan 4 tahun.

Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk menyiapkan anak? Memberikan pengalaman pra-membaca atau pre-reading experience. Nah, kegiatan memberi pengalaman pra-membaca ini dikenal juga sebagai mengajarkan membaca. Teaching reading.

Jadi, jika yang dimaksud dengan mengajarkan membaca adalah memberikan pengalaman pra-membaca, maka kita dapat melakukannya di usia yang sangat dini.

Ketika buku saya pertama kali terbit, saya masih merujuk pada berbagai literatur yang menunjukkan bahwa pengalaman pra-membaca dapat kita berikan semenjak anak usia 2 tahun. Dalam perkembangannya, saya mendapati bahwa kita dapat melakukannya ketika anak berusia 4 bulan. Bahkan dalam kasus Marcia Thomas, ketika ingin memberikan terapi kepada anaknya, Jennifer, yang dideteksi down syndrome, ia bahkan melakukannya di usia yang lebih awal lagi

Apa yang dapat kita lakukan? Banyak hal. Di antaranya yang sangat penting adalah bacakan buku untuknya. Membacakan buku untuk bayi berarti kita membaca sembari berkomunikasi dengan anak. Kita menggunakan shooting voice, yakni suara yang memang diarahkan kepada anak. Bukan sekedar membaca dengan suara keras

Berikan juga pengalaman menyenangkan saat membacakan buku kepada bayi. Prinsipnya sederhana, semakin kompleks rangsang yang kita berikan kepada bayi saat membaca, akan semakin baik. Rangsang yang kompleks itu mencakup rangsangan suara, visual maupun sentuhan. Membacakan buku kepada anak, mendudukkannya di pangkuan atau posisi lain yang menjadikannya berinteraksi fisik dengan kita, membacakan dengan suara yang ditujukan kepadanya, sesekali melakukan kontak mata dan mengajaknya berdialog (walaupun dia belum dapat berbicara), akan lebih optimal rangsang yang kita berikan. Sebaliknya jika kita hanya membacakan, meskipun bermanfaat, tidak seoptimal apabila rangsang yang kita berikan lebih kompleks 

Pada awalnya, saya membacakan buku-buku penuh gambar sedikit kata alias wordless picture books. Buku yang dicetak dengan tebal, bagus dan umumnya aman jika digigit anak. Buku seperti inilah yang saya berikan kepada anak pertama saya

Tetapi buku seperti ini tidak mudah didapat, terlebih di kota-kota kecil. Apalagi yang jauh di pelosok. Disamping itu harganya relatif mahal bagi banyak orangtua di negeri kita yang semata wayang. Seorang guru saya di Jombang menyampaikan agar saya memikirkan cara membuat anak bisa gila membaca tanpa harus menggunakan buku-buku mahal. Ini sebuah tantangan yang menarik. Tetapi saya tidak mengubah buku saya sebelum mencobakannya kepada anak saya yang berikutnya 

Apa yang dapat kita bacakan? Apa saja. Yang penting bagus. Meskipun anak belum dapat menanggapi dengan komentar, kita perlu memilihkan buku-buku bergizi. Tak harus banyak gambar, tidak pula mesti menggunakan kertas luks sebagaimana buku yang memang dirancang untuk anak. Kunci terpenting adalah bagaimana kita berinteraksi dengan anak, memberi perhatian dan kehangatan kepada anak.

Luangkan waktu untuk bercerita dan ajak anak berdialog saat membacakan buku kepadanya. Iya, anak memang belum bisa berbicara, tetapi ia sebenarnya merespon. Jangan lupa, tunjukkan keasyikan membaca dan dorong keinginan anak mencintai ilmu

Asalkan suaana penuh perhatian yang bersifat interaktif ini ada, tanpa buku-buku yang secara khusus dirancang untuk balita pun, anak akan suka membaca. Seorang anak saya telah menyukai buku Bangkit dan Runtuhnya Andalusia karya DR. Raghib As-Sirjani saat kelas 3 SD. Dan ia belajar membaca tanpa mengandalkan buku-buku tanpa gambar sedikit kata alias wordless picture books.
Nah. Saatnya kita memulai. Keterbatasan memperoleh buku bukan alasan untuk tidak menanamkan cinta membaca. 

Salam saya untuk Anda.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku-buku Parenting
Powered by Blogger.
close