Nilai Lebih dalam Proses Pembimbingan
Oleh
: Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A.
Setiap
guru atau dosen pasti mempunyai cara atau kebiasaan tersendiri dalam memberikan
bimbingan kepada siswa atau mahasiswanya. Bagi para guru yang hampir setiap
hari bertemu dengan siswanya akan lebih mengenal karakter mereka masing-masing,
sehingga dalam memberikan nasehat atau bimbingan bisa lebih tepat.
Hal
ini berbeda dengan para dosen, dalam satu minggu mereka bertemu dengan
mahasiswa yang sama, hanya beberapa kali atau bahkan hanya sekali ketika
mahasiswa tersebut mengambil mata kuliah yang diampu oleh dosen itu. Sehingga,
tidak mengherankan kalau tidak semua mahasiswa mengenal apalagi dekat dengan
dosen-dosen di jurusan atau departemennya. Rata-rata mahasiswa hanya mengenal dosen
pembimbingnya saja, baik pembimbing akademik, tugas akhir maupun yang lain.
Sebenarnya
dengan saling mengenal, proses pendidikan dan transfer ilmu bisa berlangsung
dengan lebih baik. Sehingga, karena tatap muka dianggap penting dalam proses
pembimbingan, maka Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dalam
pemeringkatan sebuah program studi, apakah A, B atau C, jumlah tatap muka
antara dosen dengan mahasiswa bimbingan, menjadi salah satu kriteria penilaian.
Semakin
banyak frekuensi tatap muka ini, nilainya semakin tinggi. Untuk itu, biasanya program
studi mewajibkan mahasiswanya minta tanda tangan ke dosen pembimbing untuk pengesahan
kartu rencana studi, kartu ujian atau surat yang lain.
Pada
kenyataannya, kalau proses pembimbingan tidak diatur, maka tidak otomatis berjalan
begitu saja, karena kebanyakan masing-masing pihak enggan untuk bertemu. Bahkan
meskipun sudah diatur, tatap muka ini masih tetap saja menyisakan masalah. Pembimbingan
terlambat dari waktu yang ditentukan dengan berbagai penyebab.
Kualitas
proses tatap muka inipun dari satu dosen ke dosen yang lain juga bervariasi. Ada
yang hanya sekedar memberikan tandatangan pada kartu rencana studi lalu berlalu.
Ada yang hanya menjawab pertanyaan mahasiswa tanpa ada pertanyaan balik. Namun
ada juga yang memberikan nasehat agar mereka lancar dalam kuliah, dalam
menempuh karir kelak, atau dalam bersosialisasi. Hal inilah yang sebetulnya
diharapkan, betul-betul ada pembimbingan, ada komunikasi dua arah.
Pernah
ada sekelompok mahasiswa yang curhat, menceritakan bahwa sebenarnya mereka ingin
sekali bisa mengobrol, berkonsultasi dengan dosen pembimbing akademiknya. Namun
karena dosennya tidak pernah menanyakan sesuatu tentang diri mahasiswa, apakah
mempunyai kesulitan dengan kuliahnya, prestasinya, atau hal kecil yang lain, sehingga
mereka juga enggan untuk mengajak berbicara dosennya. Kebanyakan
dari mahasiswa sebetulnya ingin sekali bisa mengobrol dengan dosennya.
Sebetulnya
bisa saja sang dosen memberikan pengarahan kepada mahasiswa bimbingan
berdasarkan pengalamannya. Toh dosen juga pernah menjadi mahasiswa, pernah
mengalami kegagalan, kesuksesan, dan apalagi kebanyakan dari mereka juga pernah
menempuh studi di luar negeri dengan lingkungan budaya, sosial, tingkat
kedisiplinan dan teknologi yang sangat berbeda. Bahkan sebagian dari mereka
juga punya pegalaman bekerja di industri sebelum mereka menjadi dosen. Kalau hal-hal
ini bisa disampaikan, maka mereka akan mendapatkan tambahan pengalaman dari dosennya,
tambahan wawasan sehingga saat mahasiswa mengambil keputusan bisa lebih baik.
Dosen juga dapat memberikan keteladanan, dapat ikut membentuk karater
mahasiswanya.
Justru
hal-hal seperti inilah yang akan memberikan nilai tambah, akan memberikan nilai
pembeda dengan perguruan tinggi asing yang sebentar lagi akan masuk ke
Indonesia.
Saat
ini kita tidak bisa mengelak lagi, karena negara kita sudah terikat dengan
perjanjian multilateral, perdagangan bebas, termasuk pendirian perguruan tinggi
asing, yang bagi mereka hanya sekedar bisnis. Perguruan tinggi kita harus
melakukan hal-hal yang tidak bisa mereka lakukan, termasuk membentuk generasi
madani yang tangguh di era teknologi informasi, sekaligus era yang perubahannya
tidak bisa diprediksi, era disruptif seperti saat ini.
Wallahu A’lam Bishawab
Penulis
: Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A., Pemimpin
Umum Majalah Fahma
Post a Comment