Belajar dari Bermain

Oleh : Imam Nawawi
Jum’at lalu di istana ada Presiden bermain dengan anak-anak. Seharian tadi (5/5) anak-anak juga bermain dan belajar, ya mereka bermain ke lumpur, menangkap bebek, menangkap ikan, dan menanam padi.
Karena begitu semangatnya seorang anak tersiram lumpur wajahnya tak lama setelah menurunkan kakinya ke lumpur.
Alih-alih menanam padi yang dipegangnya, karena kaget, anak itu menangis. Tapi, moment itu akan sangat teringat dalam dirinya, bahwa menanam padi tidak mudah dan tak sekedar butuh semangat.
Tapi, apapun itu, bermain bersama anak adalah perlu. Sangat bersyukur sekolah-sekolah PAUD dan TK selalu punya program seperti ini. Seperti biasa, namun dampaknya jangka panjang. Seperti rutin, tapi ini pengalaman penting yang sekolah tak bisa menjabarkannya dalam wujud pelajaran di kelas.
Bermain adalah sifat naluriah setiap anak. Bermain adalah kegiatan yang menyenangkan dan menarik, yang dapat mengembangkan imajinasi dan kreativitas anak. Bahkan lewat bermain yang edukatif anak akan tumbuh menjadi problem solver masa depan.
Jika didesain dengan maksud tertentu orangtua, guru dan sekolah dapat mengenal bakat menonjol dari setiap anak. Prinsipnya, bermain itu perlu sekalipun tidak mesti setiap minggu.
Dari Ya’la bin Murrah ia berkata, “Kami keluar bersama Nabi lalu kami diundang untuk makan. Tiba-tiba Husain sedang bermain di jalan, maka Rasulullah segera (menghampirinya) di hadapan banyak orang. Beliau membentangkan kedua tangannya lalu anak itu lari ke sana kemari dan Nabi mencandainya agar tertawa sampai beliau (berhasil) memegangnya lalu beliau letakkan salah satu tangannya di bawah dagu anak tersebut dan yang lain di tengah-tengah kepalanya kemudian Rasulullah menciumnya,” (HR. Bukhari).
Berbahagialah anak-anak Indonesia, kalianlah yang bisa menolong Indonesia masa depan. Bermainlah untuk masa depan, bermainlah untuk peradaban.
 Bogor, 21 Sya’ban 1439 H
Imam Nawawi >>> twitter @abuilmia
Powered by Blogger.
close