Tips Ketika Orangtua Kecanduan Gadget
Oleh : Adi Sulistama
Semua
orang sudah tahu bahwa perkembangan teknologi masa kini memang sudah sangat
pesat, hampir setiap orang punya smartphone dan kemungkinan besar aktif di
media sosial lebih dari satu. Tapi perlu diperhatikan bagi para orangtua, bahwa
menghabiskan waktu main gadget berdampak buruk bagi anak.
Penelitian
terbaru yang dilakukan peneliti University
of Michigan di C.S
Mott Children's Hospital dan diterbitkan di jurnal Child Development menemukan
bahwa perilaku anak yang buruk
berhubungan dengan waktu yang dihabiskan orangtua untuk main gadget.
Penelitian
menguji "technoference",
istilah yang diberikan para peneliti untuk menjelaskan dampak teknologi
terhadap interaksi orangtua dan anak. Sebanyak 170 orangtua Amerika diteliti
dan ditanya mengenai seberapa lama mereka menggunakan smartphone dan gadget
lainnya dan seberapa sering hal ini berdampak pada aktivitas dan komunikasi
dengan anak.
Para
ayah dan ibu ini kemudian diminta menilai dan mengukur seberapa sering anak
merengek dan merajuk, dan bentuk perilaku negatif lain seperti gelisah,
hiperaktif dan marah. Peneliti
menemukan bahwa penggunaan gadget berlebih yang dilakukan orangtua berdampak
pada perilaku anak yang kurang baik.
Salah
satu alasannya adalah anak kurang mendapat perhatian dari orangtua, sikap abai yang
ditunjukkan orangtua terhadap anak membuat anak merasa tersisihkan. Interaksi
dengan anak pun jadi berkurang dan ada pun interaksi, umumnya tidak terjalin
dengan baik.
Peneliti
mengemukakan bahwa penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan namun secara garis
besar kita mengetahui bahwa orangtua yang kecanduan gadget bisa merusak
perilaku anak tanpa orangtua sadari.
Seorang
ibu yang lebih peduli pada gadget akan kehilangan banyak waktu kebersamaan
dengan anak-anak, sekalipun ia adalah ibu rumah tangga yang standby di rumah 24
jam sehari. Apa gunanya jika dalam 24 jam sama sekali tak ada interaksi dengan
anak-anak?
Seorang
ayah yang candu bermain gadget akan lebih mengutamakan membalas pesan di grup
WA daripada berkumpul dengan keluarga. Ia akan lalai terhadap kewajibannya
untuk memimpin rumah tangga dan menjelma kanak-kanak yang egois.
Apa yang
bisa diharapkan dari orangtua yang kecanduan bermain gadget? Anak-anak akan
kehilangan teladan yang baik dari orangtuanya, juga kehilangan perhatian serta
kemungkinan besar menjadi anak-anak yang juga candu bermain gadget. Dengan
demikian kita bisa kehilangan sebuah generasi hanya karena ketidakmampuan menahan
hawa nafsu untuk bermain gadget. Bagaimana agar gadget tidak menjadi candu?
Simak tips di bawah ini:
Tips agar orangtua bisa membatasi bermain
gadget:
Batasi waktu dengan gadget
Tentukan
kapan waktu kita bisa bebas mengakses gadget dan kapan kita terlarang
menggunakannya. Misal ketika anak-anak sudah berangkat sekolah atau ketika
pekerjaan rumah sudah selesai, kita bisa mengakses gadget selama sekian menit.
Lalu ketika sedang makan bersama, tidak boleh pegang gadget.
Tentukan tujuan hidup
Sangat
mungkin orang-orang yang kecanduan bermain gadget adalah orang-orang yang tak
memiliki tujuan hidup. Sama dengan orang-orang yang kecanduan narkoba,
kecanduan menonton Drama Korea atau tergila-gila dengan KPop Star, orang-orang
seperti ini kemungkinan besar terseret arus karena tak memiliki tujuan besar
dalam hidupnya. Hidup hanya begitu begitu saja, sehingga saat menemukan
'pelarian', mereka menikmatinya dan menjadi kecanduan tak bisa mengontrol diri.
Maka, cobalah tentukan tujuan hidup, mau membentuk keluarga seperti apa,
bagaimana membentuk pribadi anak dan sebagainya. Orang yang memiliki tujuan
hidup akan sadar benar bahwa gadget hanyalah untuk hiburan sesaat, tak pantas
dijadikan aktivitas sehari-hari.
Jadikan bermain gadget hanya sebagai reward
saja.
Jika
sudah terlanjur kecanduan, cobalah jadikan gadget hanya sebagai reward saja.
Boleh main game jika sudah baca Al Qur’an sekian halaman, sudah bermain dengan
anak minimal 30 menit, dan beberapa aktivitas bermanfaat lainnya. Sehingga
gadget hanyalah sebagai hadiah jika kita telah sukses mengerjakan kewajiban-kewajiban
harian.
Penulis : Adi Sulistama, Pemerhati dunia anak
Post a Comment