Media Cetak, Jangan Ditinggalkan
Oleh : Imam Nawawi
Apakah media cetak masih akan ada pada 2022? Pertanyaan ini saya ajukan sendiri, mengingat belakangan, orang lebih suka membaca di layar handphone dari pada memegang majalah, koran atau media cetak lainnya.
Pertanyaan itu bukan tanpa alasan. Pada 2008 majalah CosmoGirl AS mengeluarkan edisi cetak terakhirnya, sementara majalah Elle Girl AS terakhir terbit pertengahan 2006. Artinya, dibelahan bumi lain, media cetak sudah berguguran.
Di Indonesia juga sama, terlebih media cetak Islam, tepatnya majalah, banyak yang jatuh bangun sebelum kedatangan android. Bahkan majalah yang populer di kalangan anak uda kala itu,, seperti Aneka Yess!, KaWanku, Hai, setelah 40 tahun terbit, pada Juni 2017 telah mengakhiri penerbitannya, demikian lansir youthmanual.com.
Data The Nielsen Company, lembaga independen yang memantau industri media merinci jumlah media yang berguguran sepanjang tahun 2015 menyebutkan, bahwa dari 117 surat kabar yang dipantau, 16 unit media telah gulung tikar. Sementara untuk majalah dari 170 kini menyisakan 132 majalah.
Memang harus diakui, orang lebih suka membaca secara digital, terutama konten-konten berita. Jadi, jika ada media cetak, masih mengandalkan konten berita, jelas “ditenggelamkan” sama teknologi informasi yang sangat massif.
Tetapi, kenapa saya ulas masalah ini?
Ya, karena ada majalah Islam yang berupaya tetap hadir menemani umat Islam dalam mendapatkan literasi berkualitas perihal apa yang terjadi dalam dunia Islam, tidak lagi dalam bentuk berita, tetapi kajian yang kontinyu. Bukankah ini sebuah kabar gembira?
Dalam majalah tersebut disajikan beragam kajian dan kondisi terkini umat Islam, seperti saudara kita di Palestina, Masjidil Aqsha, kemudian beragam kajian penting perihal keluarga. Misalnya, edisi Juni 2018 ini, Majalah Hidayatullah mengupas perihal bagaimana orang tua mendidik anaknya yang autis sampai sukses. Bacaan seperti ini jelas memberikan pengalaman dan perspektif baru kepada kita.
Jika Anda mau searching di google, uraian yang menyeluruh seperti itu, jelas tidak mudah. Informasi singkat, mungkin banyak. Tapi agak mendalam, di Majalah Hidayatullah kita bisa mendapatkannya.
Selain itu, sisi-sisi aktual juga tetap disajikan. Misalnya, bagaimana sukses Ramahdan sampai akhir. Jadi, saya berpendapat membaca media cetak, dalam hal ini Majalah Hidayatullah sangat relevan, sekaligus untuk mempertahankan budaya membaca kita secara agak serius dan berkesinambungan.
Harganya pun saya pikir tidak mahal, dibanding dengan membeli paket data internet. Sementara literasi yang tersaji memberikan manfaat tanpa kenal istilah “basi” seperti koran atau berita di internet.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini, saya mengajak seluruh pihak, terutama kaum Muslimin, untuk tetap membaca media cetak, dalam hal ini adalah Majalah Hidayatullah. Majalah yang telah 30 tahun membersamai negeri ini dengan kebaikan dakwah.
Teknologi biarkan berkembang, tapi tradisi literasi kita jangan sampai berkurang. Bahkan harus ditingkatkan secara lebih serius dan mendalam. Majalah Hidayatullah saya pikir pilihan tepat untuk membantu niat kita tetap menjaga budaya membaca dengan baik sekaligus tetap menjaga semarak dakwah literasi di bumi pertiwi ini. Adakah tekad di hatimu?
Jakarta, 16 Ramadhan 1439 H
Imam Nawawi >>> twitter @abuilmia
Imam Nawawi >>> twitter @abuilmia
Post a Comment