Melatih Berpikir
Oleh : O. Solihin
Betul. Kita emang kudu melatih otak kita untuk berpikir. Karena apa? Karena kita punya akal. Oya, sebenarnya definisi akal sendiri itu apa sih? Kita kudu tahu dengan jelas definisinya. Yup, definisi emang penting banget, itu sebabnya Ibn Sina pernah berkomentar: “Tanpa definisi, kita tak akan pernah bisa sampai kepada konsep.” Karena itu, definisi, menurut filsuf Iran itu, sama pentingnya dengan silogisme (baca: logika berpikir yang benar) bagi setiap proposisi (dalil atau pernyataan) yang kita buat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ketiga, cetakan III, 2003, hlm. 18), akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu dsb.); pikiran; ingatan. Bisa juga diartikan sebagai jalan atau cara untuk melakukan sesuatu; daya upaya; ikhtiar.
Nah, Islam juga ternyata menjelaskan tentang definisi akal. Menurut Islam, akal pengertiannya sama dengan pemikiran dan kesadaran. Akal, pemikiran, atau kesadaran ini adalah penangkapan suatu kenyataan dengan perantaraan indera ke otak disertai informasi sebelumnya tentang fakta tersebut yang berfungsi menafsirkannya. Ini menurut pendapat Muhammad Muhammad Ismail, dalam bukunya yang berjudul Bunga Rampai Pemikiran Islam (silakan cek di halaman 149).
Contohnya seperti apa? Misalnya aja nih, ketika kita pertama kali melihat sebuah benda, katakanlah botol. Kita pasti heran dan mungkin bingung. Sekadar contoh nih, kamu mungkin pernah melihat film The Gods Must Be Crazy (1981) hasil garapan sutradara Jamie Uys. Ehm, tuh cerita unik juga. Lucu dan menarik. Dikisahkan bahwa Xixo (yang diperankan oleh N!xau), penduduk salah satu suku primitif (suku Bushman) di Gurun Kalahari, Afrika, menemukan sebuah botol bekas minuman cola yang jatuh dari atas pesawat. Karena menurutnya aneh dan baru pertama kali melihat, ia menganggap bahwa itu pemberian dari Dewa. Maka harus diistimewakan dan dijaga. Kisah Xixo untuk menjaga botol dan bahkan ingin mengembalikannya kepada Dewa jadi begitu menarik dan lucu. Supaya nggak penasaran tonton aja filmnya. Hehehe…
Nah, belajar dari cerita di film itu, maka bagi mereka yang baru pertama kali melihat benda. Tentu saja belum ada informasi sebelumnya tentang benda itu, maka dia hanya menyangka atau menebak-nebak aja. Dalam Islam ini disebut proses tamyiz ghariziy alias indentifikasi berdasarkan naluri. Baru sebatas itu. Belum lengkap. Meskipun panca indera udah memberikan informasi tentang ‘penangkapan’ objek berupa botol tapi belum bisa menentukan nama benda itu dan fungsinya. Nah, baru setelah kita tahu dari berbagai informasi bahwa benda seperti itu namanya botol, fungsinya untuk menyimpan benda cair. Baru deh kita ngerti nama dan fungsinya. Jika sudah sampe dengan tahap ini maka kita sudah bisa disebut berpikir atau memiliki akal dan punya kesadaran. Begitu. Moga kamu paham ye. Yakin deh, kalo mau belajar, insya Allah bisa.
Sobat, kalo otak nggak dilatih untuk berpikir, diasah akalnya dan dipoles kesadarannya, maka akan terhenti tuh proses berpikirnya. Informasi yang masuk akan sedikit, jika nggak mau dikatakan terhenti. Maka, di sinilah kita mulai mengoptimalkan peran akal atau pemikiran dengan melatihnya untuk berpikir.
Oya, kenyataan atau objek itu nggak sebatas benda yang bisa dilihat aja lho, tapi juga kepada hal-hal yang tak terlihat (seperti pemikiran atau pendapat—ini tak terlihat bentuk pemikirannya, tapi bisa dirasakan akibat dari pemikirannya tersebut), bisa juga menjadi objek untuk proses berpikir. Akal insya Allah bisa mencerapnya melalui panca indera ke otak dengan disertai informasi sebelumnya (maklumat tsabiqah) dari fakta yang diindera, lalu menafsirkannya.
Itu sebabnya, cuma manusia yang bisa mengoptimalkan kemampuan otak dan akalnya untuk berpikir. Jadi nggak heran dong kalo manusia tuh bisa punya ilmu. Lagian, kalo kita melatih berpikir terus, bukan mustahil kalo kita-kita jadi pinter. Iya kan? Allah Swt. juga menghargai lho orang-orang yang memiliki ilmu. Misalnya aja dalam firmanNya (yang artinya): “niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS al-Mujaadilah [58]: 11)
Jadi, yuk kita senantiasa melatih otak dan akal kita untuk berpikir. Tentunya, bukan asal berpikir, tetapi berpikir yang dituntun dengan ajaran Islam agar melahirkan produk pemikiran yang benar dan bermanfaat. Semangat!
Salam,
O. Solihin
Ingin berbincang dengan saya? Silakan via Twitter di @osolihin
O. Solihin
Ingin berbincang dengan saya? Silakan via Twitter di @osolihin
Post a Comment