Menebar Dengki Menuai Rugi
Oleh : M.
Sutrisno
Sifat dengki sungguh tidak
terpuji, bisa meracuni pikiran dan hati bahkan membuat orang menjadi lupa diri.
Dengki akan menjauhkan kita dari rezeki dan kawan-kawan pun bisa pergi berlari.
Karena jeleknya sifat
dengki, Allah Ta’ala mengajarkan kepada kita untuk berdoa agar
terlindung dari keburukan para pendengki. Dalam Alquran Surat Al-Falaq ayat 5
disebutkan, “Min syarri haasidin idzaa hasad” (dari keburukan
pendengki jika mereka melakukan kedengkian)”. Ingat, orang yang dengki bisa
saja melakukan berbagai perbuatan keji.
Apa yang dimaksud
dengki atau hasad itu? Dengki adalah perasaan seseorang yang
menginginkan lenyapnya nikmat dari orang yang didengki. Sifat ini sangat
berkaitan dengan iri hati, orang pun sering menyatukannya menjadi iri dengki.
Ketika kita mengikutkan
anak-anak dalam suatu lomba, misalnya, pastikan kita dan mereka jauh dari rasa
dengki. Kita boleh berlomba-lomba dalam kebaikan. Tapi mendengki
orang lain yang mendapat kesuksesan itu tidak dibenarkan. Silakan saja berlomba
adu kepintaran, wawasan, ketangkasan, keterampilan, pengalaman. Jika berhasil
menjadi pemenang, bersyukurlah, bergembiralah tapi jangan berlebihan.
Bagaimana jika ternyata
anak-anak kita atau anak didik kita kalah? Besarkan hati mereka dan jangan
mendengki dengan mencari-cari kesalahan lawan. Jangan sampai
berkata,“Penampilannya jelek kok bisa menang. Pasti mereka menyuap
juri!”
Penyebab dan akibat sifat
dengki punya kaitan yang erat. Sifat sombong, berbangga diri, merasa lebih
tinggi, kikir, dan sejenisnya bisa menjadi penyebab lahirnya sifat dengki.
Awas, hati-hati! Dengki pun bisa melahirkan kesombongan, kikir, buruk sangka,
fitnah, ghibah, dan sebangsanya.
Orang yang tidak mau
bersyukur biasanya mudah diserang penyakit dengki dengan cepat. Kedengkiannya
pun akan mengakibatkan dia menjadi orang yang kufur nikmat. Pendengki sering
tidak mau mengakui nikmat Allah yang diberikan kepada para sahabat. Akhirnya,
dia mudah dibujuk setan untuk berbuat nekat, melakukan maksiat.
Saat dijemput dari sekolah,
seorang anak SD berkata pada ayahnya, “Pak, mbok beli motor baru kayak Mas Fulan itu lho.
Bisa cepat jalannya, jadi njemput aku
tidak telat. Kalau dijemput pakai motor jelek begini aku malu sama teman-teman.
Jalannya pelan banget kayak siput.”
“Ya, nggak apa-apa pakai motor jelek tapi hasil beli sendiri. Kalau motor
baru ayah temanmu itu bisa jadi dari hasil korupsi. Pakai motor baru bisa bikin
sombong, jalannya kencang menyalip orang sembarangan,” sahut sang ayah spontan.
Disadari atau tidak, sang ayah sudah menanamkan benih kedengkian ke dalam jiwa
si anak. Kelak, cepat atau lambat, dia akan memetik kerugian.
Beda jika tanggapan si ayah
begini: “Ya, kita bersyukur masih punya motor meski motor lama. Bisa untuk
antar-jemput sekolah, bisa untuk kerja ayah. Biar pelan asal selamat. Besok
kalau ayah sudah punya banyak rezeki bisa ganti motor baru. Doakan agar ayah
sehat dan sukses bekerja ya.” Sang anak pun diajari untuk bersyukur dan
menjauhi dengki.
Bagaimana kiat membersihkan
diri dari sifat dengki. Pertama, syukur nikmat.Kedua,
bersabar sehingga terjauh dari sifat kasar. Ketiga, berpikiran
positif. Semua orang dikarunia kelebihan dan kekurangan. Kita tidak perlu
mendengki yang punya kelebihan atau mengejek yang dalam keterbatasan. Kita
berpikiran positif bahwa semua pasti ada hikmahnya (QS. An-Nisa’: 32).
Keempat, jadilah orang kreatif. Punya banyak ide, gagasan, alternatif,
solusi, jalan keluar, pilihan, kiat, tips, dan strategi. Ada teman berprestasi,
orang kreatif tidak akan mendengki. Prestasi kawan justru dijadikan sarana
memotivasi diri untuk dapat berprestasi yang lebih tinggi
Penulis : M.
Sutrisno, Aktivis Yayasan Pusat
Dakwah & Pendidikan
“Silaturahim Pecinta Anak-anak” (SPA)
Indonesia
|
Post a Comment