Saling Menghormati Kunci Harmoni


Oleh : Imam Nawawi

Sahabat, libur kadang membuat kita lebur, ya lebur dengan beragam agenda yang menjadi arus di tengah masyarakat, sehingga banyak suami-istri gagal ,memanfaatkan momentum kebersamaan untuk memupuk keharmonisan.
Kehidupan keluarga adalah inti, yang semestinya setiap jiwa memahami dan karena itu memperjuangkannya. Karena dalam Islam pun, salah satu ciri seseorang mendapatkan kebahagiaan besar manakala rumahnya bak surga. Bukan berarti rumah yang secara fisik laksana istana, tetapi para penghuni rumah itu sendiri memiliki iman dan taqwa.
Mereka yang memiliki iman dan taqwa tentu akan berupaya menjadikan rumah mereka taman dari taman surga, dimana akhlak, adab dan sikap positif tumbuh subur di dalamnya.
Kala saya masih mahasiswa (2007) saya mendapati seorang istri datang ke kantor untuk menemui sang suami dan meminjam kunci motor.
Subhanalloh, istri itu datang, lantas menyalami sang suami, cium tangan dan berkata dengan sangat sopan kepada sang suami. Kini, pada 2018 saya mendapati berita, kedua putra suami-istri itu sedang belajar di Al-Azhar Kairo dengan beragam prestasi.
Lebih dari itu, saat sang istri izin undur diri, sang suami mendoakan dan memberikan nasihat agar berhati-hati dalam menjalankan urusannya.
Sikap demikian tak sebatas pada sisi formalitas karena kejadian itu melibatkan orang lain (di kantor). Tetapi saling menghormati, komitmen memberikan yang terbaik juga terjadi di ruang paling privat mereka berdua, sehingga keharmonisan bukan lagi hal yang perlu diperjuangkan, tetapi telah berjalan sedemikian rupa.
Pentingnya hal ini sampai-sampai Rasulullah mencegah seseorang atas nama ibadah lantas mengabaikan hak-hak istri.
“Wahai Abdullah, benarkan aku dapat kabar darimu bahwa engkau terus-terusan puasa dan juga shalat malam?”
Abdullah bin Amr bin Al Ash menjawab, “Iya betul wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Jangan lakukan seperti itu. Engkau boleh berpuasa, namun ada waktu tidak berpuasa. Engkau boleh shalat malam, namun ada waktu untuk istirahat tidur. Ingat, badanmu punya hak, matamu punya hak, istrimu juga punya hak yang mesti engkau tunaikan. Begitu pula tenggorokanmu pun memiliki hak.” (HR. Bukhari No. 1975).
Bahkan tatkala istri dalam kondisi berhalangan, suami tidak harus meninggalkannya.
اصْÙ†َعُوا ÙƒُÙ„َّ Ø´َÙŠْØ¡ٍ Ø¥ِÙ„َّا النِّÙƒَاحَ
“Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim 302).
Berdasarkan petunjuk tersebut, tersirat pesan bahwa suami istri sebisa mungkin tetap berkomunikasi, terhubung, dan senantiasa berinteraksi dengan sebaik-baiknya sesuai tuntunan Islam.
Andai ini diamalkan, maka apakah masih bisa suami-istri berselisih paham, kemudian tinggi-tinggian suara dan merasa diri benar lantas yang lain salah?
Jadi, mari perbaiki interaksi kita bersama keluarga (suami-istri). Jadilah yang terbaik untuk istri atau suami. Dan, lakukanlah apa yang diperintahkan serta jauhi yang dilarang, hiduplah saling menghormati. Karena tugas terberat suami istri adalah bagaimana rumah tangga selamat dari api neraka. Allahu a’lam.
Imam Nawawi >>> twitter @abuilmia
Powered by Blogger.
close