Agar Anak Memiliki Empati
Oleh : Maulani,
S.Sos.I.
Anak-anak masa kini kerap kali disuguhi
hal-hal yang membentuk mindset mereka
untuk menjadi yang pertama, terdepan, tercepat, dan terbaik. Sering ditemui
anak-anak menjadi gaduh dan sangat ramai saat diminta antri, karena semua berebut
ingin menjadi yang pertama tanpa mampu mengendalikan diri. Umumnya di sekolah, anak-anak
yang terlihat menonjol akan mendapatkan tempat dan perhatian istimewa. Anak
yang mampu berbicara lancar di depan kelas biasanya mendapatkan apresiasi
berupa tepuk tangan dari guru dan teman-temannya. Hanya anak-anak yang mampu
cepat menjawab kuis atau pertanyaan guru yang mendapatkan “bintang” atau reward.
Memang baik memotivasi anak menjadi senang
belajar untuk menggali kecerdasannya. Tetapi memotivasi tentu berbeda dengan
membebani. Berkompetisi juga dianjurkan di dunia pendidikan dengan memberikan
apresiasi bagi anak yang berprestasi dan motivasi bagi anak yang lain.
Guru atau pendidik selayaknya tidak
hanya memberi point plus bagi anak-anak yang pandai berpendapat dan
bercerita di depan kelas. Berikan pula apresiasi untuk mereka yang sabar
mendengarkan. Mendengar merupakan salah satu bentuk kecerdasan interpersonal
yang seharusnya juga dikenalkan untuk ditumbuhkan dan dikembangkan pada
anak-anak. Seperti kata Abu Darda’, “Aktifkanlah dua telingamu daripada
mulutmu. Karena engkau diberi dua telinga dan satu mulut agar engkau lebih
banyak mendengar daripada bicara.”
Kebiasaan mendengarkan adalah proses
pembentukan diri untuk menghargai orang lain, mengendalikan diri, menghormati,
dan empati. Empati adalah menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang
lain atau merasakan apa yang orang lain alami. Anak-anak seringkali ingin
menjadi yang tercepat sehingga terkadang lupa memperhatikan hak-hak orang lain
dan cenderung tidak peduli. Kebiasaan berebut, tidak mau mengalah, marah ketika
diminta untuk berbagi, ingin selalu didengarkan tapi enggan untuk mendengarkan,
tidak mau mengantri dan ingin selalu di depan, adalah anak-anak yang belum
terbangun empatinya.
Membangun empati pada anak dapat dilakukan
dengan 3 hal, melalui lingkungan, pengetahuan dan teladan. Karakter anak
terbentuk oleh lingkungan. Baik lingkungan di sekolah maupun di rumah. Dari
lingkungan anak belajar berinteraksi dengan banyak orang. Mereka melihat, mendengar
dan tidak hanya merekam dalam memori seluruh kejadian yang mereka temui setiap
hari, tetapi lambat laun lingkungan membentuk jati diri dan pribadi anak sesuai
pola lingkungan tersebut, yaitu lingkungan penuh cinta dan rasa aman bagi anak.
Anak mengenal makna empati karena pengetahuan
yang diberikan orangtua atau guru. Penjelasan sederhana akan lebih mudah
dipahami anak. Dengan memberikan pemahaman tentang berbagai macam perasaan,
perasaan positif (baik sekali, senang sekali), dan perasaan negatif (misalnya, “temanmu
sedih sekali nak, karena kamu tidak mau bermain bersama-sama”). Pemahaman tentang pahala dan akan
disayang Allah, orangtua dan teman-teman bagi anak yang suka menolong. Namun
setiap pertolongan juga harus dibersamai dengan alasan yang jelas agar di masa
depan tidak ada orang yang memanfaatkan kebaikan hatinya dengan cara yang
buruk.
Langkah yang terakhir untuk mengajarkan
empati adalah melalui keteladanan. Dengan melibatkan anak pada
kegiatan-kegiatan sosial seperti kerja bakti dan kunjungan ke panti asuhan. Menunjukkan
hal-hal sederhana yang dapat dilakukan sehari-hari, seperti membukakan pintu
dan mengucapkan “silahkan masuk” kepada tamu, ajak anak mengambilkan tissue
ketika ada teman yang menangis atau terluka karena jatuh, bersedekah kepada teman
atau orang yang membutuhkan.
Penulis : Maulani,
S.Sos.I., Pendidik
TPA Praba Dharma Yogyakarta
Post a Comment