Anak yang Selalu Ingin Menang Sendiri



Oleh : Sri Lestari

Bu Ida melihat anaknya, Arin sedang bermain dengan teman temannya . Mereka terlihat sangat asyik bermain. Bu Ida pun tertarik untuk memperhatikan pembicaraan mereka.

“Nia, kamu yang jadi pasiennya, aku yang jadi dokternya. Doni yang jadi sopir ambulan, Iin yang jadi perawat ya, itu lho yang membantu aku, seperti yang di rumah sakit itu!” perintah Arin.

“Aku tidak mau! Aku saja yang jadi dokternya, soalnya kamu kemarin kan sudah jadi dokternya!” protes Nia.

“Aku juga tidak mau jadi sopir ambulan. Aku mau jadi dokter yang laki-laki. Coba kalau ada pasien yang laki-laki, kan lebih baik yang memeriksa juga dokter laki laki!” seru Doni.

“Tidak bisa! Nia tetap harus jadi pasien dan Doni harus jadi sopir ambulan! Balas Arin tidak mau kalah.

Mendengar jawaban Arin, Bu Ida tercenung dan berkata di dalam hati Subhanallah, ternyata Arin tidak mau mendengar pendapat teman-temannya. Mengapa bisa begitu ya? Padahal, ia paling tidak suka bila ada orang yang maunya menang sendiri. Apa mungkin selama ini dia dan suaminya melakukan hal tersebut?”  Berbagai pertanyaan berkelebat dalam benak Bu Ida.

Sebagai orangtua, tentu kita menginginkan anak-anak kita mempunyai akhlak terpuji. Namun kadang timbul pertanyaan dalam hati, mengapa begitu sulit mewujudkan keinginan tersebut? Lalu bagaimana supaya anak anak kita menjadi anak yang baik, baik terhadap orangtua maupun temannya. Tidak egois menghargai dan menghormati teman-temannya.

Jika kita menemukan sikap tidak terpuji pada diri anak, maka  banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Berikut ini tip-tip yang akan mencoba mengatasi atau meminimalisir sikap tidak menghargai orang lain pada diri anak.

TIP-TIP
§  Teladan orang yang terdekat pada anak, yaitu orangtua.
Tanpa kita sadari terkadang anak hanya menjadi cerminan dari sikap atau perilaku kedua orangtuanya. Berapa banyak kita menemukan anak yang pemarah, ternyata orangtua mereka adalah pemarah. Begitupun apabila orangtua tidak egois, maka anak pun akan terlatih untuk menghargai pendapat oranglain.

§  Ciptakan pola komunikasi keluarga yang positif

§  Pola komunikasi ini sangat erat hubungannya dengan pendidikan keluarga. Sedang pendidikan keluarga begitu besar pengaruhnya pada pola pikir ataupun perilaku anak. Anak yang cenderung tidak menghormati temannya biasanya di rumahnya juga mengalami hal yang sama, anak kurang mendapat penghargaan dari pendapat pendapatnya. Misal, “Bunda, Aku mau meja belajarnya di pojok saja!” Kata anak. “Di dekat jendela saja supaya lebih banyak cahaya yang bisa masuk, Nak!” Kata Bunda. “Tapi Aku bosan tempatnya harus di situ terus, ujar anak. “Nak, tempat di sini sangat baik untuk kesehatan mata karena cukup pencahayaannya,”

Dalam pembicaraan di atas, sang Bunda kurang menghargai pendapat sang anak. Memang pendapat bunda benar menurut kesehatan mata anak, tapi alangkah baiknya  bila dicarikan solusi lain yang bisa mengakomodir pendapat anak. Misalnya, meja dipindah sesuai permintaan anak, tapi kita perbaiki sistem penerangannya sehingga anak belajar dengan pencahayaan yang cukup sehingga tidak mengganggu kesehatan mata.

§  Meneladani Rasulullah Shallahu ‘alai wa sallam
Dari Sahl bin Sa’ad,”Sesungguhnya Rasulullah diberi minuman, lalu beliau minum sebagian. Di sebelah kanan beliau duduk seorang anak dan di sebelah kirinya duduk para orangtua. Beliau berkata kepada anak itu,”Apakah kamu mengizinkan aku memberikan minuman ini pada kepada mereka?” Anak itu menjawab,”Tidak. Demi Allah, Wahai Rasulullah, saya tidak mau mengalahkan bagianku ini dari tuan untuk siapapun. “Rasulullah pun menyerahkan minuman kepada anak tersebut” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shallahu ’alai wa sallam begitu menghargai pendapat walau anak kecil sekalipun. Tauladan ini bisa kita jadikan ibrah untuk kita tauladani dalam mendidik anak anak kita.

Penulis : Sri Lestari, Ibu rumah tangga, tinggal di Sleman
Powered by Blogger.
close