Berhati-hati dalam Menilai Seseorang

 Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

Perjalanan memberi banyak pelajaran, termasuk pentingnya berhati-hati dalam menilai seseorang sebelum mengetahui keadaannya dengan jelas. Tanpa keraguan. Jangankan untuk hal-hal yang pelik, urusan selera makan pun tak bisa gegabah menyimpulkan.

Teringat dalam sebuah perjalanan untuk mengisi acara di daerah. Dari bandara ke lokasi acara memerlukan waktu tempuh beberapa jam. Maka, tak terelakkan ada waktu untuk berhenti makan. Karena penjemputnya mudah akrab, pembicaraan mengalir hangat dan saling bercerita, maka urusan ini pun saling terbuka. Ia bertanya kepada saya suka pedas atau tidak, dan saya pun menyampaikan bahwa saya sebenarnya suka pedas, tetapi sangat sensitif. Tidak berani makan pedas menjelang mengisi kegiatan karena khawatir keringat deras sehingga bikin gatal kepala.

Penjemput saya ini, sebaliknya, tidak tahan pedas. Begitu ia menuturkan. Paling hanya mengambil sedikit sambal untuk penyedap makanan saja. Maka ia menawarkan bahwa sehabis acara akan diajak singgah ke rumah makan yang tidak pedas, tetapi menyediakan sambal yang sangat mantap pedasnya. Saya sebenarnya lebih memilih yang sesuai dengan seleranya karena saat bepergian pun, meskipun tinggal perjalanan pulang, jarang memilih menu pedas.

Terjadilah apa yang terjadi. Sehabis acara dalam perjalanan menuju bandara, saya diajak ke sebuah rumah makan. Begitu masuk, pas tercium aroma cabe sangat kuat di antara kuah panas. Dalam hati saya membatin, jangan-jangan ini menu yang dipesan untuk saya. Tak keliru, ternyata menu itulah yang dipesan untuk saya maupun untuk dirinya sendiri. Sesendok besar sambal merah menyala dengan aroma cabe lebih kuat seolah mengabarkan level pedas yang jauh lebih tinggi, ditambahkan di atas sepiring nasi panas. Maka saya pun segera meminta untuk disisihkan.

Kami pun menikmati santap siang hari itu. Berbutir-butir cabe utuh yang ada dalam kuah masakan, saya sisihkan. Dan saya pun mulai merasakan panas yang segera memicu keringat. Sementara penjemput yang tidak suka pedas ini bercerita, betapa herannya ia dengan orang yang suka padas. Baginya makan pedas tak ada nikmatnya. Ia menikmati sambal maupun berbutir-butir cabe yang direbus bersama kuah masakan, hanyalah sebagai penyedap masakan.

Sebuah pelajaran, untuk hal yang sesederhana itu saja, kita tidak dapat gegabah menyimpulkan. Padahal sangat mudah dilihat dan sederhana mengukurnya. Lebih-lebih untuk sesuatu yang lebih sulit diukur, termasuk sikap seseorang. Betapa banyak orang yang tampaknya lebih bersemangat dalam menjaga kemuliaan serta lebih militan dalam menjaga keyakinan, tetapi amalan serta militansinya kalah jauh dibandingkan orang yang tampaknya sederhana dalam ucapan. Atas amalan yang sangat besar bagi orang lain, ia masih merasa kecil dan khawatir amalannya tak bernilai,
Powered by Blogger.
close