Kapan Sebaiknya Anak Mondok (bagian 1)


Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita ingat. Ini sebagai pertimbangan apakah kita perlu memasukkan anak kita ke pondok pesantren atau tidak. Apa saja itu? Hal yang paling pokok adalah mengenai tugas kita mengantarkan anak agar menjadi mukallaf tepat pada waktunya.

Siapa itu mukallaf? Orang yang telah dikenai taklif atau bebanan syari’at secara sempurna. Artinya, menurut agama dia sudah dianggap atau sudah dituntut untuk menjadi manusia dewasa. Kapankah seseorang itu dianggap mukallaf? Menurut para ulama, seseorang dapat mencapai mukallaf pada usia 9 tahun. Dapat itu berarti bukan merupakan keniscayaan, tetapi sangat mungkin terjadi. Secara lebih spesifik, anak dianggap sebagai mukallaf apabila sudah mengalami ihtilam alias mimpi basah. Bagi seorang perempuan, menstruasi untuk pertama kali alias menarche merupakan ukuran telah mukallaf atau belum.

Jadi, kalau sekarang ada yang meributkan datangnya masa menstruasi sebelum anak usia 10 tahun, sebenarnya bukan isu baru. Lihat misalnya dalam Safinatun Najah, kitab pengantar fiqh yang dulu kita pelajari di berbagai mushalla saat kita SD kelas satu atau kelas dua. Pembahasan tentang usia mukallaf sudah ada di sana, termasuk kaitannya dengan mens untuk pertama kali.

Mendidik Anak Menuju Taklif
Bagaimana menyiapkan anak agar minimal memiliki ilmu yang termasuk fardhu ‘ain sebelum menjadi seorang mukallaf? Jika memang mampu, didik sendiri di rumah tidak masalah. Kita bekali mereka ilmu-ilmu yang memadai dalam soal agama ini. Semua yang termasuk ilmu fardhu ‘ain kita sampaikan dan ajarkan hingga anak benar-benar memahami secara matang.

Akan tetapi, jika kita tidak mampu melakukannya, maka kita perlu menyiapkan diri kita sendiri dan anak untuk mendatangi ilmu. Sesungguhnya, ilmu itu didatangi. Bukan mendatangi. Siapa yang harus didatangi? Orang-orang yang berilmu, baik anak tinggal bersama guru ataupun pulang ke rumah. Tinggal bersama guru bisa dalam bentuk tinggal di rumahnya atau tinggal di tempat yang telah disediakan oleh guru baginya

Usia berapa itu? Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu tinggal bersama Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam, diserahkan oleh orangtuanya untuk membantu Rasul, sejak usia 7 tahun. Berapa lama masanya? 10 tahun. Apa takarannya di sini? Sudah mumayyiz. Orangnya disebut mumayyiz, kemampuannya disebut tamyiz.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menuturkan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi:
“Ibu membawaku untuk menemui Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Ibuku berkata, ‘Wahai Rasulullah tidak tersisa seorangpun dari kaum Anshar baik lelaki atau perempuan melainkan telah memberikan kenangan untukmu, sementara aku tidak dapat memberikan apa-apa kecuali anakku ini. Karena itu ambillah dia jadikan sebagai pembantumu.’

Lalu aku menjadi pembantu Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam selama 10 tahun, dan selama itu beliau belum pernah memarahiku, belum pernah mencelaku dan belum pernah bermuka masam kepadaku atau memalingkan wajahnya dariku.”

Bukankah ini tidak berkenaan dengan mondok? Ada tiga hal di sini. Pertama, ibunya menyerahkan kepada sosok yang sangat mulia, pendidik yang terbaik, untuk menjadi pembantu sebagai bukti kecintaan kepada Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Kedua, menyerahkan kepada pendidik terbaik untuk membantu berarti mempercayakan kebaikan anak itu kepada orang yang kepadanya diserahkan anak itu, yakni Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Ketiga, usia Anas bin Malik saat itu belum mencapai ‘aqil baligh. Belum mukallaf. Bahkan amrad (kisaran 10 tahun) pun belum. Anas bin Malik diserahkan kepada Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam saat baru berusia 7 tahun. Usia tamyiz. Sebagian lainnya menyebutkan usia 8 tahun.

Bukankah kita dilarang memisahkan anak dari ibunya sebelum anak mukallaf? Pertama, contoh terbaik dan panutan yang paling konsisten dengan syari’at ini adalah Rasulullah Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Tidak mungkin beliau menerima Anas bin Malik seandainya itu merupakan perbuatan melawan syari’at. Kedua, para sahabat radhiyallahu ‘anhum merupakan sebaik-baik generasi; periode yang paling gigih dalam menerima tuntunan Islam dan melaksanakannya. Ketiga, hadis yang menjadi sandaran sebagian orang peruntukannya adalah berkenaan dengan hak asuh. Khusus mengenai ini, insya Allah bahas tersendiri.

Imam Syafi’i. Beliau sangat dikenal keilmuannya. Peletak dasar ‘ushul fiqh yang sangat disegani. Lahir di Gaza, Palestina; salah kawasan Bumi Syam yang penuh barakah. Saat kecil, ia pindah ke Makkah ke kampung asal keluarganya setelah ayahnya wafat. Ia tinggal bersama ibunya dan mengambil ilmu dari para ulama terkemuka yang ada di sana.

Pada usia 12 tahun, Imam Syafi’i meninggalkan Makkah dan berguru kepada Imam Malik bin Anas. Adakalanya ia kembali ke Makkah. Tetapi ini jelas tidak mungkin dilakukan setiap hari. Ketika itu transportasi tidak sebagus sekarang. Makkah – Madinah berjarak 457 km. Menggunakan transportasi bis seperti sekarang pun, tidak mungkin setiap hari pulang pergi.

Kelak pada usia 16 tahun, Imam Syafi’i telah memiliki kematangan ilmu sehingga layak memberikan fatwa. Tetapi poin penting bagi kita adalah, langkah untuk meninggalkan rumah menuntut ilmu dilakukan sebelum mencapai mukallaf.

(bersambung, insya Allah....)
Powered by Blogger.
close