Momentum Mengajak Anak Perbanyak Syukur


Oleh: Suhartono

Ramadhan dan Idul Fithri adalah saat yang tepat untuk mengajarkan anak senantiasa bersyukur. Bagi anak yang sudah baligh, tentu saja sudah wajib berpuasa sampai adzan maghrib. Bagi anak yang belum baligh, hal ini bukanlah halangan untuk melatih puasa. Walau hanya puasa setengah hari, sudah lebih dari cukup untuk menanamkan pentingnya puasa.

Mereka bisa merasakan bagaimana harus menahan keinginan untuk makan dan minum sampai batas waktu yang ditentukan.

Mereka merasakan bagaimana saudaranya yang kurang beruntung harus menahan hal yang sama.

Dasar aqidah yang menjadi menu pokok bagaimana mengajarkan bersyukur kepada anak-anak. Mendidik anak bersyukur bukan sekedar mengajarinya berterima kasih. Menyadari anugerah Allah yang tidak terhitung, terutama anugerah potensi diri, adalah nikmat yang tidak boleh didustakan.

Dalam QS Ar Rahman, Allah Taala sampai mengulang berkali-kali firman-Nya, “Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”

Bersyukur atas suatu nikmat dari Allah merupakan suatu kewajiban dan bagian dari keimanan seorang Muslim. Syukur nikmat merupakan suatu deklarasi keyakinan bahwa Allah adalah Pencipta dan sumber segala nikmat yang terdapat di alam semesta ini. “..Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku..” (QS Al Baqarah : 152). Tidak hanya nikmat atas rezeki, usia, harta dan kesehatan, bahkan setiap kedipan mata, detak jantung, serta hirupan nafas merupakan nikmat yang tak terhingga jumlahnya. Allah dalam QS An Nahl ayat 18 menegaskan bahwa“..Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya..”||

Tips melatih anak agar banyak bersyukur

Jadilah teladan
Membangun tata nilai dan akhlak selalu diawali dengan merubah diri menjadi sosok yang dapat diteladani. Menjadi teladan yang baik (uswatun hasanah), sebagaimana metode Rasulullah membimbing kita, dipastikan sangat kuat pengaruhnya pada anak. Teladan dalam hal apa? teladan bagi anak-anak bahwa orang tuanya adalah orang yang bersyukur dan mensyukuri apa yang ada. Saran ini sangat mudah diucapkan tetapi menjadi sangat berat ketika kita sedang berhadapan dengan situasi yang tidak menyenangkan.

Mengajarkan sikap bersyukur dengan simulasi atau permainan
Ketika kita hendak menanamkan pada anak untuk bersyukur atas karunia makanan, kita bisa lakukan saat makan bersama. Nasi yang ada di hadapan kita bisa dijadikan bahan simulasi. Caranya, kita ajak anak-anak berpikir ke belakang, setahap demi setahap, melacak perjalanan sang nasi sampai ia tersaji di depan kita. Kesadaran moralnya adalah makanan yang terhidang di depan kita melibatkan banyak sekali bahan dan jerih payah, yang diproses sangat panjang dan bahkan penuh pengorbanan.

Indahnya memberi kepada sesama
Kegiatan beramal bersama anak yang dirancang sebelumnya memberi manfaat ganda: sejak awal anak terlibat proses beramal dan ini kesempatan menanamkan kesadaran bahwa beramal atau memberi pada orang lain adalah aktivitas yang menyenangkan. Momentum Ramadhan dan Lebaran merupakan saat yang tepat untuk menanamkan indahnya saling berbagi dan memberi pada sesama. Sambil tentu saja menanamkan anak agar senantiasa bersyukur karena masih banyak yang tidak seberuntung kita.

Menulis nikmat dalam sehari
Meskipun kita tidak akan mampu menghitung nikmat dan anugerah Allah, bukan berarti mengidentifikasi apa yang sudah dilimpahkan Allah sama sekali tidak penting. Justru sebaliknya, dibutuhkan kepekaan dalam setiap momen untuk menyadari anugerah Allah Swt. Bahkan di tengah musibah pun tetap ditemukan nikmat anugerah. Bersama hadirnya kesulitan pasti diiringi oleh kemudahan. Ajak anak menulis nikmat atau anugerah yang dia alami hari itu di buku hariannya. Manfaat aktivitas ini sungguh banyak sekali. Anak makin terbiasa dan terlatih merespon hal-hal positif yang dialaminya. Dengan demikian, secara perlahan, anak akan memiliki mental dan pikiran positif.

Bukankah hanya mereka yang bersangka baik pada Allah yang gemar bersyukur?

Penulis: Suhartono. Pemerhati dunia anak.
Powered by Blogger.
close