Nalar Anak Kita
Oleh : Imam Nawawi
Mengapa banyak guru dan pakar tidak memerintahkan anak-anak gandrung dengan film atau TV?
Di antaranya karena tidak sedikit cerita film yang sulit dinalar. Sedikitnya, ada saja adegan yg berjalan tanpa nalar normal dalam kehidupan.
Misalnya, ada kancil dialog sama harimau. Dalam dunia nyata, apa sempat kancil dialog dengan harimau? Yang ada adalah segera lari selamatkan diri.
Masalahnya, pelaran (reasoning) sangat penting bagi setiap anak, sehingga memelihara dan menajamkan kemampuan berpikir mereka adalah hal yang penting.
Sementara di film-film Indonesia, tidak sedikit orang yang awalnya hidup susah, kemudian tiba-tiba menjadi kaya raya tanpa melalui proses jalan cerita yang bisa dicerna akal sehat secara benar.
Semua serba tiba-tiba. Kalau dia wanita langsung dinikahi pemuda kaya. Tamat deh filmnya. Kalau dia lelaki, ada anak gadis owner perusahaan suka sama dia, menikah dan tamat juga 😀
Demikian pun dengan cerita film spiderman, sosok manusia yang semua hal diatasi sendirian, jelas ini tidak mungkin dalam kehidupan nyata.
Bagi orang dewasa, film jelas hiburan, tapi bagi anak-anak, itu bisa jadi semacam tuntunan. Apalagi kalau melihat mereka sebagai peniru ulung.
Anak-anak kita hakikatnya adalah manusia, ia butuh pengenalan dan latihan, terutama reasoning (penalaran).
Oleh karena itu juga penting diperhatikan kala orang tua berkisah atau mendongeng dan dialog dengan mereka. Berikan jawaban-jawaban yang jelas.
“Apa yang penting diperhatikan adalah bahwa dalam berkisah, kita harus menjelaskan secara logis, bagaimana orang-orang tersebut bekerja dan menyelesaikan problemnya” (Suharsono, Mencerdaskan Anak: 185).
Bandingkan dengan apa yang Allah paparkan tentang Nabi Yusuf dengan segenap lika-liku hidupnya, tak ada di sana yang tiba-tiba terjadi.
Dari sana, kita bisa masukkan apa itu sabar dan doa. Insya Allah anak-anak akan mudah juga memahaminya.
Lebih jauh dari itu, anak-anak harus kita latih atau berikan tugas untuk membaca, tanpa mesti risau apakah anak akan membaca karena motivasi atau terpaksa, prinsipnya harus terbiasa membaca.
Dengan dibiasakan membaca, pelan atau cepat, anak akan mengerti apa makna dari membaca. Seperti yang saya lakukan terhadap anak pertama, pekan kemarin ia membaca sosok Hadi Susanto, matematikawan asal Indonesia yang eksis di Inggris (baca Majalah Hidayatullah Edisi Desember 2017).
Tentu saja membaca sejarah Nabi Muhammad, para sahabat, ulama sangat penting bagi anak-anak kita.
Meski demikian, jangan juga dipaksakan, sebab mereka hanya butuh ruang untuk dibiasakan, selanjutnya jika sudah bete biarkan memilih aktivitasnya sendiri.
Nah, kalau anak belum bisa membaca, maka dialog dengan melatih penalaran bisa menjadi alternatif solusinya.
Meski demikian, jangan danggap selesai dengan itu semata, masih panjang. Tapi, memulai dari hal ini kan sangat baik
Terus TV tadi gimana?
Ya, kalau anak dibebasin sama TV jelas sangat tidak baik.
Sumber : www.abuilmia.wordpress.com
Post a Comment