Pacaran Politik


Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

Begitu menyebut pacaran, saya segera teringat saudara kita seiman, Ustadz Felix Yanuar Siauw. Pacaran memberi harapan kepada yang lupa, memberi kegembiraan kepada mereka yang sedang meluap hasratnya, sehingga pepujian bertaburan dengan mudah seolah janji dan kesetiaan sudah nyata teruji. Kadang bahkan pacaran pun belum, baru pedekate, tetapi puja-puji sudah berhamburan seolah sudah saling ada kecocokan yang tak terbantahkan.

Ada yang mudah tergoda hatinya, ada yang mudah mengobral pepujian sekaligus harapan, meskipun ia tidak ada sedikit pun niat untuk melakukan hubungan secara serius. Tetapi karena yang didekati sudah berbunga-bunga, beribu puji dan bila perlu sembah meluap dengan mudah. 

Sedemikian berlimpah pujian itu sampai-sampai orang terkesima dan yakin dengan kebaikan sang penebar harap dan rayuan. Maka ketika harapan yang meluap itu tak berlanjut ke lamaran, atau sudah sampai lamaran tapi tak berlanjut ke pernikahan, maka kalimat kecewa dan seruan untuk menunjukkan buruknya sang penebar harapan pun tak lagi bergema. Dan ketika bergema pun tak lagi dipercaya, bahkan didengar pun hampir-hampir tidak oleh khalayak.

Pacaran memang merusak. Begitu pula (apalagi) pacaran politik. Eh.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku
Powered by Blogger.
close