Refleksi Syawal; Berpisah Karena Cinta
Oleh : Najmatun
Nahdhah
Menjelang tahun ajaran baru adalah saat-saat krusial bagi setiap
orangtua. Saat itulah para orangtua dihadapkan pada pilihan perpisahan dengan
putra-putri terkasih, atau menahan mereka di sisi dengan segala konsekuensi.
Seperti halnya di penghujung syawal ini, akun media sosial dipenuhi
status galau para orangtua yang ditinggal anaknya menyantri, bandara penuh
sesak sebab banyaknya orangtua yang mengantar putra-putrinya, diiringi tangisan
dan peluk cium tiada henti. Setelah para orangtua menikmati
manisnya kebersamaan dengan anak-anaknya berkat libur panjang ramadhan, namun
kini harus kembali menjalani perpisahan. Mengapa mesti berpisah? Now we have
to get back to reality.
Realitasnya adalah, degradasi moral semakin nyata. Anak-anak
bingung membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Yang diajar beda dengan
yang dilihat. Anak-anak kehilangan teladan. Hingga internet dan sosial media
menjadi guru bagi mereka, digugu dan ditiru. Tak terhitung kita saksikan video
maupun foto yang menunjukkan kelakuan pendidik yang begitu memalukan. Pendidik
kehilangan wibawa dan harga diri sebagai pendidik.
Realitasnya adalah, perkembangan teknologi informasi yang tanpa
batas menjadikan anak-anak tahu hal-hal yang seharusnya tidak mereka tahu, dan
melakukan hal-hal yang tabu bahkan terlarang. Anak-anak semakin canggih,
sementara orangtua untuk download aplikasi di playstore saja masih kelabakan.
Hari ini viral bahwa aplikasi tik tok diblokir Kemkominfo, sementara mungkin
sebagian besar orangtua tidak tahu aplikasi tersebut, bukan tidak mungkin
mereka juga tidak tahu jika sang buah hati sudah kecanduan tik tok. Orangtua
mau tidak mau harus selalu update perkembangan terkini dunia IT, bukan untuk
ikut jadi pecandu, tapi untuk tau seperti apa dunia yang digeluti buah hati.
Realitasnya adalah, orangtua tidak bisa mendampingi buah hatinya
sepanjang waktu. Orangtua tidak bisa memantau perkembangan anak, pertemanan dan
pergaulan anak, baik di dunia nyata maupun maya. Dan yang paling utama, banyak
orangtua yang belum bisa memastikan solat lima waktu mereka tepat waktu, puasa
wajib mereka, ilmu agama mereka, sikap dan sopan santun mereka.
Ini hanya sedikit dari banyak alasan lain mengapa orangtua harus
rela berpisah dengan buah hati. Waktunya anak-anak kembali ke pesantren,
menimba ilmu agama dan menempa mental menjadi pribadi yang mandiri, tangguh dan
bertanggung jawab. Ini adalah pemikiran dan pilihan orangtua yang paham agama,
berorientasi ukhrawi dan sadar keadaan.
Namun ada pula orangtua yang merasa segalanya baik-baik saja,
pergaulan remaja hari ini normal-normal saja, pendidikan mereka semakin maju
dengan teknologi canggih dan biaya besar sehingga semakin mudah bagi
anak-anaknya kelak mencari kerja dan menghasilkan uang, menjadi sukses dan
memiliki nama besar, di dunia tentunya.
Soal akhirat? Mengapa repot-repot. Cukup anak hafal surah alfatihah
dan 3 Qul. Cukup anak solat berjamaah setiap jumat. Cukup mereka tidak hamil di
luar nikah. Cukup mereka menuliskan islam sebagai agama di KTP.
Itu saja cukup, lebih dari itu mereka menganggapnya ekstrim,
radikal, dan lebay. Betapa menyedihkan!
Maka jadilah orangtua yang cerdas. Jangan hanya membaca teori dari
buku-buku, tapi baca juga keadaan sekeliling, seberapa banyak hal yang telah
berubah dibanding zaman para orangtua dulu. Tanda-tanda akhir zaman semakin
nyata, dan kita semua tidak akan selamat kecuali kembali
kepada Agama yang benar ini.
Akan ada airmata yang mengiringi. Akan ada hati yang remuk yang
melambai pergi. Akan ada hari-hari sepi yang menanti. Akan ada rindu yang setia
menemani. Namun akan ada doa yang mengalir sepanjang hidup dan mati, dan semoga
tidak akan ada sesal di hari akhir nanti.
Penulis : Najmatun Nahdhah,
Pendidik di Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan.
Post a Comment