Kepada Kalian Saya Titipkan Cita-Cita Kemerdekaan
Oleh : Imam Nawawi
Alhamdulillah kesyukuran luar biasa atas karunia Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, di mana pada hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke
73 tahun, banyak sekali pelajaran, inspirasi, bahkan pengalaman, yang Allah
hadirkan sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada kita semua.
Saya sendiri sangat bersyukur, terutama kalau melihat
teman-teman yang berada di pengungsian korban gempa Lombok, masih bisa
menjalankan upacara bendera. Dan, yang spesial upacara itu dipimpin oleh Ustadz
Bachtiar Nasir (UBN). Saya tidak hadir tetapi saya betul-betul bergetar dengan
apa yang bisa dilakukan oleh teman-teman di sana.
“Allah sedang memuliakan bumi Lombok. Gempa ini harus
membuat kita semakin dekat dengannya. Yakinlah akan ada hikmah terbesar di
baliknya,” ungkapnya seperti dilansir www.hidayatullah.com
Lebih jauh, UBN menanamkan keyakinan besar kepada para
pengungsi. “Cara tercepat untuk mengembalikan harta kita adalah bersedekah
meskipun dalam keadaan susah. Yakinlah, Allah pasti akan mengembalikan rumah
kita yang hancur.”
Selanjutnya saya juga bersyukur, karena karunia Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, melalui sahabat saya M. Deden Sugianto, menjadikan hari
Jumat 17 Agustus 2018 sebagai hari penuh kebahagiaan.
Takdir Allah, membuat saya bisa berbagi cerita,
semangat, dan inspirasi, dengan generasi muda yang menjadi tenaga pendidikan di
Pesantren Hidayatullah Ruhama Gunung Sindur Bogor Jawa Barat.
Di sana saya mendorong agar teman-teman yang bergerak
di bidang pendidikan, mendidik generasi penerus bangsa berkomitmen menjadi
tauladan bagi murid-muridnya. Tidak mungkin akan lahir murid yang gemar
membaca, jika gurunya lebih banya baca status. Tidak mungkin akan lahir murid
disiplin, jika pelajaran disiplin tidak hadir dalam kenyataan.
Sadar silaturahim bukan amalan yang bisa dilakukan
setiap waktu, maka saya pun meminta untuk bisa bersilaturahim dengan para
santri, baik santri putra maupun santri putri.
Dalam pertemuan dengan santri putra, saya sedikit
mengisahkan tentang bagaimana etos keilmuan Imam Bukhari yang sejak kecil
memang telah memiliki cita-cita yang jelas, yaitu ingin menjadi ahli hadits.
Cita-cita itu bukan tanpa hambatan, ada kekurangan, ada kendala.
Tetapi semua terjawab dengan doa yang tiada henti dan
terus menerus dilakukan oleh sang ibu untuk tercapainya cita-cita sang anak.
Sampai kemudian hadir keajaiban dari sisi Allah, dimana Imam Bukhari kecil yang
sempat tak mampu melihat, kemudian bisa memandang dunia dengan mata kepalanya.
Subhanalloh. Sejak itu, sejarah hidup Imam Bukhari sangat luar baisa.
Kemudian saya sampaikan pertanyaan kepada para santri
putra. Mengapa seringkali orang dilanda kemalasan, lantas sulit untuk disiplin
dan nyaman di dalam pelanggaran-pelanggaran yang ada di pesantren?
Mereka terdiam. Tetapi saya melanjutkan, sebenarnya
bukan karena diri kalian yang nakal, malas, dan lain sebagainya. Tetapi boleh
jadi karena belum hadirnya niat yang kuat, sehingga kalian tidak sadar dan
tidak mengerti, apa yang semestinya dilakukan selama berada di pesantren.
Padahal menjadi anak-anak, menjadi remaja, menjadi
pemuda, adalah momentum yang tidak bisa terulang di dalam kehidupan manusia.
Oleh karena itu selagi ada kesempatan menjadi generasi
penerus bangsa, belajarlah sungguh-sungguh untuk menjadi pribadi yang
bermanfaat bagi bangsa, negara, agama dan peradaban Indonesia.
Adapun kepada santri putri saya berbagi tentang
bagaimana cara meningkatkan semangat dan motivasi dalam belajar. Kaum Hawa
harus punya tekad untuk memiliki intelektualitas yang baik, juga memiliki
komitmen yang tinggi, serta semangat beribadah.
Mereka nampak seperti menikmati paparan yang saya
jelaskan. Namun sangat mengejutkan ketika dibuka sesi diskusi ternyata yang
mereka tanyakan adalah bagaimana meningkatkan daya baca.
Daya baca di sini adalah yang dimaksud oleh Gubernur
DKI Jakarta Anies Baswedan, yaitu semangat untuk membaca buku, mencari ilmu
dengan terus-menerus menelaaah buku atau pun beragam karya tulis yang ada di
dunia ini. Bahkan kalau bisa juga membaca zaman (making sense of experience).
Menurut beliau orang Indonesia sudah cukup bagus minat
bacanya. Terutama ketika membaca WA, membaca media sosial, atau membaca
berita-berita online.
Akan tetapi itu tidak cukup untuk menjadikan kita
memiliki bekal ilmu. Harus ada daya baca yang lebih tinggi, yaitu membaca buku.
Mendengar jawaban itu nampak ada pancaran kebahagiaan
dari para santri.
Saya tegaskan di akhir, saya sangat berkepentingan
bertemu kalian wahai generasi penerus bangsa dan negara, karena jika tidak
kepada kalian, yang harus memburu ilmu, kepada siapa lagi cita-cita kemerdekaan
dan semangat membangun peradaban mulia di negeri ini saya titipkan!
Hari ini kita merdeka yang ke 73 tahun. Tetapi, hari
ini masih banyak cita-cita kemerdekaan yang belum menjadi kenyataan.
Akankah kalian bisa mewujudkan cita-cita kemerdekaan?
Dengan bekal ilmu, insya Allah bisa. Karena ilmu di
dalam Islam tidak bisa dipisahkan dengan iman dan amal. Semangat memburu ilmu,
jadilah pribadi merdeka untuk kemerdekaan hakiki bangsa Indonesia.
Gunung Sindur, 7 Dzulhijjah 1439 H
Imam Nawawi, Pemimpin Redaksi Majalah
Muliah. Twitter @abuilmia
Post a Comment