Anak Kecanduan Aplikasi Medsos, Orangtuanya Ke Mana?


Oleh : Ahmad Budiman

Seiring perkembangan teknologi saat ini, berbagai jenis aplikasi bermunculan. Beberapa waktu lalu, kita diriuhkan dengan berita tentang aplikasi Tiktok yang memviralkan salah satu anak laki-laki berusia 13 tahun, yang punya lebih dari 790.000 pengikut dan 6,8 juta penyuka untuk semua videonya di Tik Tok.

Saking viralnya, anak laki-laki ini sampai menggelar meet and greet layaknya artis. Bahkan penggemar yang ingin bertemu dengannya dalam acara tersebut harus membayar Rp 80.000,-. Siapa saja yang hadir? Mereka anak-anak yang sering kita sebut anak baru gede (ABG), atau sering kita sebut anak alay. Bahkan di media sosial, banyak anak-anak alay yang memposting kerelaanya melakukan segala sesuatu di luar kewajaran untuk bertemu dengan idolanya itu.

Terlepas dari akun anak-anak alay di media sosial tersebut asli atau palsu, namun hal ini sangat tidak masuk akal. Yang jadi pertanyaan adalah orangtuanya ke mana? Bagaimana bisa anak teradiksi aplikasi media sosial sampai tingkat yang parah? Boleh jadi hal ini disebabkan karena kebiasaan di keluarganya. Dalam hal ini, kemungkinan besar orangtuanya adalah figur yang juga sangat menggemari adanya pengakuan eksistensi diri mereka pada publik. Boleh jadi, orangtuanya juga sudah kccanduan aplikasi media sosial.

Di era modern sekarang ini, anak dapat dengan mudah berinteraksi dengan telepon pintar atau gadget, Gaget ibarat pisau bermata dua. Jika dalam porsi yang pas, gadget sangat memungkinkan untuk menjadi teman. Tapi kalau berlebihan, bersiap gadget menjadi lawan. Pusat pengendalian, tetap ada di kita orangtua. Seperti apa yang sudah dijelaskan di awal tulisan tadi. Di mana kontrol orangtua jika anak sampai kecanduan aplikasi atau bahkan memposting sesuatu yang di luar nalar di media sosial?

Rasa kagum anak terhadap satu sosok, memang wajar terjadi. Tapi jika rasa kagum sudah berujung memuji berlebihan dan memengaruhi pola pikir anak ke arah yang tidak baik. Ada yang perlu diintervensi. Jangan-jangan kebutuhan anak akan satu sosok yang bisa menjadi panutan, belum terpenuhi dengan baik. Siapa role model yang harusnya bisa ditiru anak? Orangtua!  Jika mereka punya role model di rumah atau lingkungan terdekatnya, yang berperan memengaruhi anak kita dengan segala hal yang positif. Mereka tidak akan punya waktu untuk berpikir mencari sosok baru untuk diidolakan. Mereka tidak akan menjadi anak alay yang mengidolakan sesuatu yang tidak memberi manfaat bagi mereka. Mereka tidak akan tergila-gila pada orang yang tidak akan peduli pada mereka.

Role model itu harus bisa dimulai dari kita orangtuanya, kakak atau dengan sengaja kita kenalkan anak dengan seseorang yang punya prestasi dan bisa menjadi mentornya. Entah itu kakak sepupunya, om atau tantenya. Orangtua harus selalu proaktif menciptakan lingkungan kondusif untuk tumbuh kembang anak.

Meski anak dapat dengan mudah berinteraksi dengan gadget, namun bukan berarti kita tidak dapat mengalihkannya ke kegiatan lain. Kalau anak jadwalnya produktif. Jangankan membuka media sosial, pegang gadget aja mungkin bakalan lupa. Karena anak sudah menemukan kesenangan lewat berbagai macam aktivitas yang dia kerjakan, di sekolah dan rumah

Kegiatan seperti origami, memotong kertas, berkemah, berkebun, memasak, atau bermain air tentu lebih mengasyikkan ketimbang bermain gadget, Bisa juga mengajak anak bermain tebak-tebakan. Mata anak ditutup, lalu diajak memegang suatu benda, dan anak diminta menebak benda apa yang dipegangnya. Mengasyikkan bukan? Tentu ada banyak kegiatan lain yang bisa kita lakukan untuk mengalihkan anak dari gadget. Dan sekali lagi, orangtua yang memegang peran utama. Jangan sampai orangtua berusaha mengalihkan anak dari gadget, namun orangtua malah asyik dengan gadget saat anak bermain. Nah, lho.

Penulis : Ahmad Budiman, Pemerhati dunia anak
Powered by Blogger.
close