Bahagia itu Bersyukur



Oleh : Imam Nawawi

Bersyukur memang tema yang begitu akrab di telinga kita. Sekalipun tidak berarti semua orang telah benar-benar bersyukur dan merasakan manfaat dan berkah dari perintah yang mulia ini.
Secara bahasa, syukur berarti pujian bagi orang yang memberikan kebaikan.
Sedangkan dalam Islam, menurut Ibn Qayyim, “Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya.
Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat.
Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah.”

Hal ini berarti syukur membutuhkan kesadaran diri akan karunia Allah yang begitu luar biasa dalam kehidupan umat manusia dan kehidupan ini, terutama nikmat iman dan nikmat Islam.
Jadi, patutlah jika kita bersyukur setiap detik dan setiap hembusan nafas ini. Karena nikmat Allah melimpah ruah sejak kita di dalam kandungan ibu hingga detik ini bahkan nanti.
Cara Menyadari Nikmat Allah
Tetapi, seringkali manusia lupa. Suatu waktu seseorang hidungnya meler, kemudian ia harus hadir di dalam sebuah forum pertemuan. Hidungnya tak bisa kompromi. Ia pun reflek berkata, “Aduh, kenapa ya, hidung ini!”
Seketika itu ia melihat, flu yang dialami sebagai keburukan lantas merasa Tuhan tak menolong-Nya.
Padahal, jika mau diurut satu persatu, dari semua fungsi organ tubuh yang ada tidak masalah, kecuali hidung. Itu pun boleh jadi, antibodi di dalam tubuh sedang bekerja agar tubuh tetap sehat, terutama saluran pernafasan.
Tetapi, ketika seseorang tidak mempedulikan hal tersebut, maka flu itu sudah cukup membuatnya lupa akan nikmat Allah yang luar biasa.
Bukankah jantungnya masih bekerja normal, bukankah badannya dapat beraktivitas normal. Lantas mengapa gara-gara flu ia marah kepada Tuhan?
Maka, sadarilah bahwa kasih sayang Allah begitu luar biasa, nikmat-Nya tak dapat dihitung. Dan, ini dialami oleh siapapun. Maka, dalam keseharian, tidak ada hal yang paling penting kita lakukan selain bagaimana memikirkan cara bersyukur kepada Allah dengan sebaik-baiknya.
Toh, untuk bersyukur, tidak ada keribetan di dalamnya. Andai seseorang tak punya uang untuk disedekahkan, maka ia berjalan dan bertemu teman atau saudaranya lantas ia memberikan senyum, maka senyum itu adalah sedekah. Dan, itu kesyukuran.
Prinsipnya, kita selalu diliputi oleh nikmat-nikmat-Nya, maka tidak ada alasan kita tidak bersyukur.
“Ingatlah kepada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah ingkar” (QS. Al Baqarah [2]: 152).
Jadi, mari bersyukur, karena bersyukur membuat pola pikir kita tetap sehat, optimisme senantiasa menyala, dan tak ada lagi hal yang lebih penting bagi kesadaran diri selain melakukan kebaikan demi kebaikan.*
Surabaya, 25 Dzulhijjah 1439 H
Imam Nawawi, Pemimpin Redaksi Majalah Mulia. Twitter @abuilmia
Powered by Blogger.
close