Kaldi Penemu Kopi

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Namanya خالد. Biasa ditulis dengan Khalid atau Khaled di beberapa negeri, Halid di Bosnia, Halit di Turki, dan orang Kurdistan menulisnya dengan Xalid. Di negeri kita, nama tersebut ditulis dengan Khalid atau Chalid menurut ejaan yang lebih lawas. Tetapi dalam memanggil seseorang, nama tersebut sering diucapkan dengan Kalid maupun Kolid.

Berbicara tentang kopi, Khalid (خالد) merupakan nama yang sangat penting. Bermula dari orang inilah, kita mengenal kopi. Meskipun demikian, sebagian literatur menunjukkan bahwa kopi mulai dikenal dalam rentang waktu yang tidak terpaut terlalu jauh di dua wilayah yang dipisahkan oleh lautan, yakni Yaman dan Habasyah atau Abyssinia sebelum sebelum dikenal dengan nama Ethiopia. Perbedaan darimana asal muasal kopi mempengaruhi juga perbedaan pendapat mengenai darimana kata قهوة (kopi) yang dibaca qahwah berasal; dari kata qihwah (huruf qaf dikasrah) ataukah kaffa (كافا).

Khalid (خالد) giat di sebuah Khanqah di Gesha, sebuah desa di kawasan Kaffa, Abbysinia yang saat itu sangat hidup dengan kegiatan agama, dalam hal ini Islam. Ia banyak menghabiskan waktu di malam hari untuk belajar Islam, beribadah atau ribath di bawah bimbingan Mursyid (guru). Sedangkan di siang hari, salah satu kegiatannya adalah menggembala kambing. Kelak, Khalid sering dipanggil dengan sebutan akrab Khalidi atau Khaldi (خالدي). Sebagian menulis transliterasinya dengan Kaldi. Cara penulisan terakhir inilah kelak yang cukup masyhur dan menjadi merek kopi di Jepang.

Kawasan Kaffa yang dulunya mayoritas muslim, sekarang hanya tinggal 6.2% menurut data sensus tahun 2007. Sedangkan Gesha, kampung asal kopi yang di berbagai negara dikenal sebagai Geisha Coffee, penduduk muslimnya tinggal 13.25%. Kabar yang menggembirakan, jumlah penduduk muslim cenderung meningkat dari tahun ke tahun sehingga diprediksi tahun 2050 akan kembali mayoritas di Ethiopia.

Ketika menggembala kambing, Khalid mengamati bahwa kambing yang memakan buah liar berwarna merah itu lebih aktif. Geraknya lebih lincah. Ia kemudian berpikir untuk mengkonsumsinya agar dapat menguatkannya shalat malam maupun berjaga (ribath). Ketika itu, Khalid alias Kaldi baru mengkonsumsi cascara (daging dan kulit luar kopi) dari cherry yang sudah ranum saja saja. Belum menjadikannya sebagai minuman. Ia baru mulai mencoba menikmatinya sebagai minuman setelah bebijian kopi kering sisa dimakan daging buahnya terbakar. Ada bau mewangi yang menyegarkan. Bebijian yang terbakar ini kemudian coba dimakan langsung sebelum akhirnya ia mencoba menjadikannya sebagai bahan minuman.

Bacaan lebih lanjut, antara lain:

Ralph S. Hattox, Coffee and Coffeehouses: The Origins of Social Beverage in Medieval Near East (Publications on the Near East), University of Washington Press, 1988.

Salah Zaimeche BA, MA, PhD., The Coffee Trail: A Muslim Beverage Exported to the West, FSTC Limited, Manchester UK, 2003.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku dan Pemerhati Kopi
Powered by Blogger.
close