Masjid dan Anak


Oleh : Suhartono

Suatu ketika, saat hendak melaksanakan shalat jam’ah di salah satu masjid, pandangan saya tertuju pada sebuah pengumuman yang tertempel di dinding masjid. “Anak kecil yang bikin ramai dan mengganggu shalat harap dibawa pulang!!!” Demikian kurang lebih pengumuman yang tertempel di beberapa bagian masjid.

Akan tetapi di masjid lain, saya juga pernah menemui masjid yang begitu riuh dengan anak-anak. Mereka ditempatkan di serambi masjid, dengan didampingi takmir atau ustadz TPA yang memang ditugaskan mengawasi mereka. Ada juga orangtua yang ikut membersamai anak shalat di masjid.

Mengenai boleh tidaknya mengajak anak usia di bawah tujuh tahun ke masjid, memang masih terjadi perbedaan pendapat. Ada yang membolehkan karena masjid harus ramah anak. Dan jika tidak sejak dini diajak ke masjid, maka anak tidak akan akrab dengan masjid, Ketika beranjak dewasa, anak sulit diajak ke masjid. Di sisi lain, ada juga yang menganggap keberadaan anak di masjid hanya akan mengganggu kekhusyukkan ibadah. Mereka juga menganggap mengajak anak ke masjid tidak lebih utama dari menjaga kekhusyukkan shalat.

Kedua pendapat tidak ada yang salah. Maka penting bagi kita untuk belajar ilmu fiqih. Sebab jika kita paham ilmunya, sebenarnya adu pendapat seperti ini tidak akan terjadi.  Memang tidak ada larangan anak kecil masuk masjid, tapi tidak juga jadi keharusan menjadikan shalat berjamaah di masjid sebagai tempat bermain anak.

Tentunya kita pernah mendengar kisah Hasan dan Husein yang pernah diajak kakeknya, Rasululalh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke masjid, lalu memanjat bahu sang kakek yang jadi imam. Kisah ini sering dijadikan dalil tentang bolehnya mengajak anak ke masjid. Di sisi lain, mereka yang menolak keberadaan anak di masjid beralasan bahwa Rasulullah tidak setiap hari mengajak Hasan dan Hussein ke masjid. Jadi kisah ini menurut mereka tidak bisa dijadikan alasan membolehkan anak ke masjid.

Kesimpulan hukum dari kisah Hasan dan Hussein ini memang tidak lantas jadi sunnah apalagi wajib bawa anak ke masjid. Apalagi menjadikan masjid sebagai wahana bermain bagi anak. Sebaliknya, tidak juga menjadi larangan mutlak anak kecil tidak boleh ke masjid.

Masjid itu multifungsi. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah menjadikan masjid sebagai tempat mengatur strateti perang. Semua bisa dibagi, baik berdasarkan waktu atau area. Di Masjid Al-Haram Mekkah, ketika shalat berjamaah semua ikut berjamaah
Selesai shalat, ada area untuk shalat, ada area untuk tawaf dan sa'i, ada area untuk halaqah dan lainnya. Semua bisa diatur untuk tidak saling mengganggu.

Saya ketika masih kecil pernah mengalami kejadian kurang menyenangkan di masjid. Ketika ikut shalat jama’ah, saya seperti halnya anak seusia yang lain juga diiringi bercanda. Tanoa sengaja peci saya terlepas. Karena waktu itu saya tidak bisa memakai dengan tepat, maka saya lari ke shaff ibu saya di belakang. Berkali-kali saya meminta ibu membetulkan peci. Main lama suara saya makin kencang. Akhirnya usai shalat jama’ah, imam sampai naik ke mimbar dan berpesan agar orangtua mengkondisikan anaknya. Jika anak menagganggu, maka jangan diajak ke masjid.

Kini ketika sudah memiliki putra, saya bersyukur sebab takmir masjid di dekat rumah saya cukup toleran dengan keberadaan anak di masjid. Ramadhan yang lalu, anak-anak malah terlihat mendominasi, terutama tatkala takjilan dan tarawih. Anak-anak perempuan diletakkan di serambi. Sedangkan anak laki-laki di deretan belakang dengan pengawasan remaja masjid. Alhamdulillah cukup kondusif. Kadang anak-anak yang sudah cukup besar diberi kepercayaan jadi muadzin.

Ada berbagai aktivitas yang bisa dilakukan di masjid. Seperti yang dikatakan Ustadz Ahamd Sarwat, kunci dalam mengatasi persoalan mengajak anak ke masjid yakni diatur, bukan dilarang semua atau dibolehkan semua. Sesederhana itu sebenarnya.

Penulis : Suhartono, Pemerhati dunia anak
Powered by Blogger.
close