Usahakan yang Dipikirkan, Jangan yang Tak Diinginkan
Oleh : Imam Nawawi
Begiulah
kira-kira satu di antara kalimat kunci yang saya rekam dengan fokus yang tak
sampai 70% karena mengikuti paparan Bu Ida S. Widayanti sembari melayani
“obrolan” dari anak-anak dan sahabat.
Ahad
itu, keluarga besar BMH Megapolitan memang menyelenggarakan hajat rutinnya yang
diberi nama Sakinah Family. Dalam kesempatan itu, hadir penulis buku dan pakar
parenting Indonesia, Ibu Ida S. Widayanti dengan materi Mendidik Karakter
dengan Karakter (9/9).
Sekalipun
apa yang saya urai kali ini tidak runtut dari awal sampai akhir perihal paparan
beliau, namun apa yang saya ingat ini, cukup penting untuk diketahui oleh
banyak orang tua pada umumnya.
Banyak
orang tua menginginkan anaknya bertutur kata baik, lembut, dan sopan. Tetapi
kerap kali tidak sadar bagaimana memberikan contoh.
Dalam
kasus ini, Ibu Ida mengisahkan apa yang dialami oleh seorang anak walikota.
Kurang lebih seperti ini.
Ketika
itu sang anak walikota terjatuh. Kemudian, sang ayah spontan berkata, “Nah,
kan, jatuh. Makanya jangan banyak gaya!”
Sang
anak diam. Tetapi rupanya kalimat itu yang diutarakan ketika suatu moment sang
anak melihat ibu gurunya jatuh di lantai.
“Makanya,
Bu Guru, jangan banyak gaya!”
Jadi,
ada orang tua yang berkeinginan anaknya baik, tapi justru tanpa sadar atau
karena ketidaktahuan memberikan contoh yang sebaliknya.
Kasus
lain – tentu saja yang saya ingat ini – dari paparan beliau.
Ada
orang tua yang ingin anaknya tak suka berteriak atau bersuara keras.
Tetapi,
ketika sang anak melakukan kesalahan dia sendiri memberikan contoh.
“Hei,
kalian jangan teriak-teriak dong.”
Bagi
anak yang seperti itu sangat membingungkan. Tetapi, karena dicontohkan, maka
tak ada yang terekam oleh sang anak kecuali ikut berteriak.
Jika
orang tua mengerti dan komitmen, tentu tidak dengan respoonsif yang justru
kontraproduktif. Cukup katakan kepada anak-anak, “Kalian, jangan
berteriak-teriak. Itu tidak baik dan dapat mengganggu orang lain.”
Dalam
hal komunikasi dikenal istilah slower but stronger, “lembut namun kuat
pengaruhnya.” Langkah inilah yang sebaiknya diambil oleh orang tua.
Hal
yang tak kalah penting, yang saya ingat dari paparan beliau adalah kita sering
berdoa tanpa disadari.
“Perlu
diingat, bahwa apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, apa yang kita
ucapkan, apa yang kita lakukan kepada anak kita adalah doa.”
“Jadi
tidak boleh kita berpikir, merasa, berkata, dan melakukan ketidakbaikan untuk
anak-anak kita, karena itu semua hakikatnya adalah doa,” tegas beliau.
Semua
itu harus disadari betul oleh para orang tua, sehingga terbebas dari keinginan
yang tak diupayakan. Dengan kata lain, berharap anak tumbuh baik, namun kita
sebagai orang tua tanpa sadar justru mendesak anak berada dalam ketidakbaikan
yang kita lakukan tanpa disadari.
Semoga
bermanfaat.
Depok,
30 Dzulhijjah 1439 H
Imam Nawawi, Pemimpin Redaksi Majalah Mulia. twitter @abuilmia
Post a Comment