Cemburu Itu Perlu

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Seorang laki-laki berkata, bukan dengan mulut yang terdengar suaranya melainkan dengan jemari yang terekam tulisannya. Ia mengatakan bahwa tuhan yang ia percayai bukanlah tuhan yang pencemburu. Ia maha agung dan penuh pengertian.

Saya tak tahu persis apa agamanya karena di masa sekarang, nama tak senantiasa menggambarkan agama. Sekiranya dia seorang muslim, maka minimal ada dua kemungkinan berkait dengan pernyataannya. Pertama, ia sangat bodoh dan berbicara tanpa ilmu tentang agamanya sendiri, yakni Islam. Lebih khusus lagi tentang Allah Ta'ala. Padahal berbicara tanpa ilmu tentang Allah dan rasul-Nya merupakan keburukan yang jauh lebih besar dosanya dibandingkan syirik. Kedua, ia mempersekutukan Allah Yang Maha Esa dengan sesuatu lainnya yang ia percayai dan tempatkan lebih tinggi dibandingkan Allah Yang Maha Tinggi. Jika ini yang terjadi, sungguh kesyirikan yang sangat besar.

Bukankah Allah Maha Lembut lagi Maha Penyayang? Penyayang berbeda dengan tak punya cemburu. Mari kita ingat hadis riwayat Muslim berikut ini:

قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ لَوْ رَأَيْتُ رَجُلًا مَعَ امْرَأَتِي لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرُ مُصْفِحٍ عَنْهُ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ فَوَاللَّهِ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللَّهُ أَغْيَرُ مِنِّي مِنْ أَجْلِ غَيْرَةِ اللَّهِ حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا شَخْصَ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ وَلَا شَخْصَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعُذْرُ مِنْ اللَّهِ مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ بَعَثَ اللَّهُ الْمُرْسَلِينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَلَا شَخْصَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْمِدْحَةُ مِنْ اللَّهِ مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ وَعَدَ اللَّهُ الْجَنَّةَ

Sa’id bin ‘Ubadah berkata: "Sekiranya aku melihat seorang laki-laki bersama dengan istriku, sungguh saya akan memenggal kepalanya tanpa ampun." Perkataannya pun sampai kepada Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, "Apakah kalian heran dengan sifat cemburunya Sa'ad? Demi Allah, justru saya lebih cemburu daripada dia, dan Allah lebih cemburu daripada saya. Disebabkan kecemburuan Allah, maka Dia mengharamkan segala bentuk kekejian, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan tidak ada seseorang yang lebih cemburu daripada Allah dan tidak ada seseorang yang lebih suka memberi peringatan terlebih dahulu daripada Allah. Karena itu Allah mengutus para rasul-Nya untuk memberi kabar gembira dan peringatan. Dan tidak seorang pun yang lebih suka kepada pujian daripada Allah, karena itulah Dia menjadikan surga." (HR. Muslim).

Apa pelajaran pentingnya? Cemburu itu perlu. Bahkan tak mencium bau surga lelaki yang tak punya cemburu. Bersebab adanya cemburu itulah ia menjaga istri dan keluarganya agar tidak terjatuh pada kemaksiatan.

Tetapi bagaimana dengan lelaki yang senantiasa curiga dengan istrinya dengan alasan cemburu? Sangat berbeda antara curiga dan cemburu. Curiga lebih banyak bersumber dari su'uzhan (persangkaan buruk) kepada istri atau suami. Penyebab buruk sangka alias su'uzhan bisa bermacam-macam, baik karena runtuhnya kepercayaan atau karena pengalaman pahit masa lalu yang terus dibawa-bawa. Keluarganya broken home, lalu dendam kepada masa lalu menjadikannya mudah curiga atau over protective terhadap suami atau istri. Seolah semua lelaki seburuk ayahnya. Ia terjebak oleh masa lalu. Bukan mengambil pelajaran. Padahal boleh jadi Allah Ta'ala karuniakan kepadanya suami/istri yang jauh lebih baik, bahkan sangat baik, dibandingkan orangtuanya yang broken home.

Ini sekaligus pelajaran agar tidak terjebak pada masa lalu, menjauhkan diri dari kata "seandainya" untuk yang sudah berlalu, serta memilih untuk menatap masa depan. Berbenah untuk masa depan yang lebih baik.

Satu hal lagi: ilmu itu sangat penting, termasuk dalam urusan cemburu. Jangan sampai kita mengira sedang merawat kebaikan bernama cemburu, padahal sesungguhnya sedang mengobarkan buruk sangka.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis buku dan motivator
Powered by Blogger.
close