Melatih Kesabaran Melalui Budaya Antri



Oleh : Sinta Munika

Sabar berasal dari bahasa Arab “Shabara-Shabura-Shabran-Shabaaratan” yang berarti menahan sesuatu. Sabar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu tenang dan tidak tergesa-gesa, sedangkan antre merupakan kegiatan berdiri berderet-deret memanjang menunggu untuk mendapat giliran. Antre merupakan kegiatan atau aktivitas yang memerlukan proses menunggu. Dalam ajaran Islam proses menunggu dalam konteks tersebut membutuhkan kesabaran.

Budaya antre sudah seharusnya dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa di mana pun berada. Tidak dipungkiri benarnya peribahasa air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga yang artinya sifat-sifat anak biasanya menurun dari sifat orangtuanya. Tentu saja, anak akan melihat atau mencontoh perilaku orang-orang di sekitarnya, terutama di keluarga.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan terlepas dari kegiatan mengantre. Di sinilah peran orangtua dalam memberi contoh yang baik dalam mengantre, seperti antre berbelanja, antre lalu lintas, dan lain sebagainya. Jika budaya antre ini tidak diindahkankan, pasti akan muncul dalam benak untuk menerobos atau menyerobot agar terlepas dalam antrean yang panjang. Hal ini tentu merupakan hal yang tidak baik, karena sama saja mengambil hak orang lain.

Sebagai pengajaran untuk anak-anak, budaya antre ini sudah diterapkan di sekolah tempat penulis mengajar untuk melatih kesabaran anak-anak. Contoh yang pertama, antre saat mengambil makan siang. Selepas salat Zuhur berjamaah, anak-anak bergegas mengambil peralatan makan dan menuju ke dapur. Orang yang pertama sampai di depan hidangan makan siang, maka berhak untuk mengambil terlebih dahulu. Selanjutnya, anak-anak yang berdiri di belakangnya harus mengantre sampai gilirannya tiba.

Kedua, antre saat meminjam buku di perpustakaan. Ketika bel istirahat pertama berbunyi, tidak sedikit anak-anak yang menuju ke perpustakaan untuk memilih buku kemudian meminjam buku tersebut. Anak-anak harus mengantre sampai gilirannya tiba untuk dilayani dalam meminjam buku.     

Ketiga, antre saat berjabat tangan selepas kegiatan apel pagi. Berjabat tangan jika dilakukan oleh orang banyak tentu perlu menunggu bagi anak yang berdiri pada barisan belakang. Hal ini kesabaran diperlukan untuk tetap rapi dalam barisan sampai gilirannya berjabat tangan. Sejauh penulis lihat, anak-anak pun bersabar dalam menunggu antrean. Kadang kala siswa kelas atas menunggu waktunya berjabat tangan dengan membaca Al-quran.

Keempat, antre dalam menyetorkan hafalan atau mengaji. Pernah suatu ketika ada seorang anak yang menagis. Ketika ditanya, anak tersebut menangis karena mendapat giliran kedua dalam mengaji. Di sinilah diperlukannya pengertian dan pemahaman budaya antre sejak dini. Bahwa anak tidak harus selalu mendapatkan giliran pertama. Anak harus bisa berbagi atau saling bergantian dengan teman yang lainnya. Selain keempat contoh pembelajaran budaya antre yang telah penulis sebutkan, masih banyak pembiasaan kegiatan antre yang diterapkan di sekolah.

Budaya antre memang perlu dibiasakan pada anak, baik di rumah maupun di sekolah. Apabila budaya antre dibiasakan sejak dini, maka anak menjadi tidak tergesa-gesa dalam beraktivitas. Anak menjadi lebih tenang dalam bertindak, tidak suka merebut hak orang lain, dan yang utama adalah tertanamnya nilai kesabaran dalam diri anak, sehingga anak akan menjadi pribadi yang penyabar. Selain hal tersebut, tentunya masih banyak kebermanfaatan lain dari pembiasaan budaya antre.

Sinta Munika, Guru SD IT Salsabila 4 Jetis
Powered by Blogger.
close