Mengelola Pertanyaan
Oleh : Dr
Ali Mahmudi
Bertanya merupakan
aktivitas penting yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Bahkan
bertanya merupakan inti dari proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang
tidak melibatkan aktivitas bertanya merupakan pembelajaran yang gersang, tidak
hidup.
Terdapat beragam
tujuan bertanya, di antaranya adalah untuk memotivasi, memicu dan membing
proses diskusi dan berpikir, mengarahkan perhatian, dan mengevaluasi kemampuan
siswa. Dari beragam tujuan tersebut, memicu dan membimbing proses berpikir
siswa merupakan tujuan yang paling penting. Dalam skala lebih luas, suatu
bidang ilmu hanya akan tumbuh dan berkembang jika tetap ada ilmuwan-ilmuwan
yang secara kritis mengajukan berbagai pertanyaan cerdas untuk mengeksplorasi
bidang ilmu tersebut. Pertanyaan-pertanyaan cerdas itulah yang akan memicu
proses berpikir para ilmuwan dalam komunitas bidang ilmu itu yang berimplikasi
pada tumbuhnya berbabai inovasi. Dengan proses itu, suatu ilmu akan tetap hidup
dan berkembang. Di sisi lain, karena bertanya mengindikasikan proses berpikir
dan salah satu tujuan penting kegiatan pembelajaran adalah untuk mengembangkan
kemampuan berpikir siswa, maka meminta siswa untuk menuliskan sebanyak mungkin
pertanyaan terkait suatu topik tertentu dapat menjadi alternatif bentuk
evaluasi hasil belajar siswa.
Bertanya tidak
hanya penting diajukan dan dikelola oleh guru, melainkan juga penting agar juga
diajukan oleh siswa. Bertanya dapat mengindikasikan aktivitas berpikir.
Sayangnya, hal demikian tidak mudah ditemukan di kelas. Apabila mereka
bertanya, tak jarang mereka mengajukan pertanyaan yang kurang berkualitas,
seperti, “Apakah ini akan keluar di ujian?” Pertanyaan demikian perlu diwaspadai
karena dapat mengindikasikan ketidakseriusan berpikir. Tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa hanya anak-anak yang bertanya yang benar-benar berpikir dan
belajar. Tidak bertanya identik dengan tidak ada pemahaman dan pertanyaan yang
baik identik dengan pemahaman yang baik.
Secara
berkelanjutan, guru perlu mengkondisikan agar siswa aktif bertanya. Namun,
siswa hanya akan bertanya dengan baik apabila guru memberikan teladan yang baik
dalam bertanya. Misalnya, guru perlu memberikan teladan untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi yang dapat mendorong proses berpikir
siswa, bukan pertanyaan tingkat rendah yang hanya dimaksudkan untuk meningat
fakta-fakta. Pertanyaan seperti, “Apakah kalian mendengarkan?” untuk memastikan
siswa memperhatikan atau pertanyaan, “Apakah kalian dapat mengikuti
pelajaran?”, dipandang kurang efektif. Bagaimanapun juga, siswa akan menjawab,
“Ya, saya mendengarkan” atau “Ya, saya paham”. Jawaban ini kurang memberikan
informasi mengenai pemahaman siswa. Tentu lebih baik mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang lebih bersifat terbuka, seperti, “Bagaimana kamu
memahami seperti itu?”.
Mengajukan dan
mengelola pertanyaan tidak hanya terkait dengan pemilihan tipe pertanyaan,
melainkan juga berkaitan dengan waktu dan kejelasan pertanyaan. Menjawab
pertanyaan memerlukan waktu untuk berpikir dan oleh karena itu perlu untuk
memberikan waktu tunggu yang mencukupi kepada siswa untuk menjawab. Jika siswa
tidak mampu menjawab suatu pertanyaan, guru perlu memeriksa kembali apakah
pertanyaan cukup jelas. Guru mungkin guru perlu mengkalimatkan ulang
pertanyaan. Jika pertanyaan terlalu sulit bagi siswa karena belum cukupnya
pengetahuan awal siswa, guru dapat mengajukan berbagai pertanyaan faktual yang
mengarah pada diperolehnya informasi atau jawaban yang dikehendaki. Hal lain
yang perlu diperhatikan dalam mengelola pertanyaan adalah memberikan pertanyaan
kepada seluruh siswa terlebih dahulu sebelum menunjuk salah satu siswa untuk
menjawab, memberikan respon sesegera mungkin terhadap jawaban siswa, dan
membimbing siswa sampai mereka menemukan sendiri jawabannya. Beberapa kriteria
tersebut perlu diperhatikan agar pertanyaan dapat dikelola dengan baik sehingga
tercipta situasi pembelajaran yang lebih hidup.
Dr Ali Mahmudi, Dosen Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri
Yogyakarta
Post a Comment