“Saya Wisuda, Ayah Menangis”
Oleh : Prof.
Dr. Ir. Indarto, D.E.A.
Meskipun
tugas visitasi dalam rangka akreditasi tidaklah selalu menyenangkan, karena kadang
perjalanannya melelahkan, namun selalu saja menjumpai hal-hal yang mengesankan.
Termasuk visitasi yang terakhir setelah lebaran kemarin.
Seperti
biasanya, kami dijemput di bandara oleh salah satu pengelola program yang akan
diakreditasi. Kali ini yang menjemput ketua programnya sendiri, sebut saja
namanya Pak Andi. Setelah mobil yang kami tumpangi meninggalkan bandara, dia
menyampaikan titipan salam dari dua dosen universitas lain, yang saya kenal
sekali. Saya tanyakan “ Lho...Pak Andi kok kenal beliau”. Jawabnya “Iya Pak, saat
saya menempuh S2, beliau berdua itu pembimbing tesis saya Pak”.
Saya
berkomentar sambil bergurau “Kalau begitu Pak Andi itu cucu bimbingan saya
ya...”. Dia ketawa sambil menjawab “Iya Pak, karena beliau berdua dulu kan
bimbingannya bapak”. Memang di akhir tahun sembilan puluhan yang satu bimbingan
saya di program S1 dan satunya bimbingan saya di program S2 di UGM. Saya
bersyukur ternyata selain cucu biologis, saya juga sudah punya cucu bimbingan.
Saya
tanya ke dia, kapan wisuda S2 nya, ternyata baru beberapa bulan yang lalu. ”Wisuda
yang sangat berkesan Pak, karena saat saya dipanggil untuk menerima ijasah dari
rektor, ayah saya menangis”. Beliau tidak membayangkan sebelumnya, bahwa Allah
Ta’Ala telah memberikan kesempatan kepada dia, yang hanya sebagai seorang pengemudi
becak, menyaksikan anak sulungnya wisuda program magister. Meskipun sang ayah
ini hanya mampu membiayai anaknya sampai SMP.
Saat
Andi kecil lulus SMP orangtuanya sudah tidak sanggup membiayai lagi, sang ayah
masih harus membiayai dua adiknya. Akhirnya Andi kecil minta izin
kepada orangtuanya untuk meneruskan sekolah ke SMK dengan biaya sendiri. Si Andi
hanya minta dibiayai pada semester satu saja, sebelum dia mendapatkan pekerjaan.
Saya
bertanya dalam hati, bagaimana Andi kecil yang baru lulus SMP akan sekolah
sambil bekerja, apakah dia mampu membagi waktu. Namun ternyata Andi kecil itu
sudah mempunyai pengalaman bekerja semenjak dia kelas empat SD. Waktu itu, sebelum
berangkat sekolah dia menjadi loper koran. Subhanallah,
anak berumur 10 tahun sudah bisa membantu meringankan orangtuanya dalam
membiayai sekolahnya.
Memasuki
semester dua SMK, dia berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai
pencuci piring di sebuah restoran. Dia diterima dengan catatan, kalau sampai
prestasi belajarnya turun, maka dia akan diberhentikan oleh majikannya. Sang
majikan tidak ingin dianggap sebagai penghambat pendidikan anak sekolah. Namun
justru ancaman ini dijadikan motivasi anak itu untuk belajar seefisien mungkin.
Nampaknya
si anak memang cerdas dan pekerja keras, dia berhasil memanajemen waktu dengan
sangat baik. Kalau di semester satu, sebelum bekerja, dia menduduki ranking
tiga di kelasnya, namun di semester dua ketika dia sekolah sambil bekerja
justru ranking satu, Subhanallah.
Allah Ta’Ala selalu memberi jalan bagi umatnya yang berusaha dengan
sungguh-sungguh. Dengan prestasi itu, akhirnya dia tetap bekerja, bahkan
diperbolehkan menyajikan makanan bagi tamu yang memesan.
“Pantas
dalam usia relatif muda sudah mendapat amanat untuk mengelola program studi”
kata saya dalam hati. Dalam lingkungan kerjanya, pasti dia termasuk orang yang
menonjol, karena di usia SD, SMP dan SMK dia sudah mempunyai pengalaman bagaimana
cara membagi waktu, cara memprioritaskan pekerjaan, dan juga cara menghadapi
orang lain, yang semua itu bisa menjadi sebuah kecerdasan tersendiri yang
sangat bermanfaat bagi keberlangsungan karirnya.
Lulus
SMK, dia bekerja di perusahaan asing sambil kuliah dan bahkan mampu menyelesaikan
kuliah dengan tepat waktu. Prestasi inilah yang membuat dia ditawari menjadi
asisten dosen. Kesempatan studi lanjut dia ambil, amanah wakil dekan dia jalani
dengan baik termasuk menjadi ketua program studi. Dia menjadi dosen favorit di
departemennya. Saya tidak heran dengan prestasi ini, karena mudah diprediksi. Saya
yakin dengan pengalamannya yang luar biasa itulah yang membuat dia mampu untuk membuat
para mahasiswa “merasa dekat dengannya”... Wallahu
A’lam Bishawab.
Prof. Dr. Ir.
Indarto, D.E.A., Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A., Pemimpin Umum Majalah Fahma
Post a Comment