Anak Sebagai The Next Pioneer of al-Quran
Oleh: Juni Prasetya
Regenerasi merupakan keharusan bagi sebuah peradaban manusia. Dalam peradaban umat Islam, sejak diturunkannya risalah al-Quran yang turun kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dilanjutkan para sahabatnya kemudian ke tabiin lalu tabiin tabiit.
Hal ini menunjukkan bagaimana regenerasi al-Quran terus dan harus berlanjut sampai berakhirnya zaman. Pengemban peran penting dalam sebuah regenerasi adalah seorang anak.
Maka dari itu, di samping peran regenerasi di punggung anak, orangtua dan masyarakat perlu memberikan pendidikan terbaik, tentunya dalam hal ini pendidikan Agama menjadi dasar utama dalam membentuk karakter anak sejak dini.
Demikian halnya dalam regenerasi sampai kepada kita saat ini, tidak lepas dari peran anak dan peran orangtua. Dengan kata lain, ketika anak diharapkan menjadi the next pioneer of al-Quran maka orangtua atau masyarakat tidak hanya sekedar memberikan pendidikan terbaik dengan cara menyekolahkan di lembaga pendidikan ternama, namun pribadi serta karakter mereka juga perlu mencerminkan Quraniyyah.
Sebuah ungkapan dari seorang ulama besar bernama Imam Malik yang mengatakan “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan, dan anak kecil hari ini adalah pemuda masa depan”.
Ketika kita ingin bercermin atau melihat sosok pemimpin masa depan maka yang bisa menjadi tolak ukur adalah pemuda hari ini. Mulai dari akhlaknya, karakternya, kepribadiannya dan sosial serta lingkungannya.
Dengan melihat tolak ukur tersebut, paling tidak kita akan memiliki gambaran mengenai sosok pemimpin masa depan. Lantas pentingkah pendidikan agama bagi generasi?
Pertanyaan tersebut seharusnya tidak perlu ditanyakan lagi, karena jelas bahwa pendidikan agama memang urgen sekali untuk pendidikan generasi.
Mendidik dengan ilmu agama kepada anak untuk menyelamatkannya dari api neraka, ilmu agama juga merupakan warisan ilmu dari Rasulullah yang terus mengalami regenerasi sampai zaman now ini. Betapa mulianya jika kita dan anak-anak kita sekarang sebagai pengemban warisan ilmu agama tersebut. Dan warisan ilmu agama yang penulis maksud adalah ajaran-ajaran yang terkandung di dalam al-Quran. Maka anak-anak adalah para generasi Quraniyyah zaman now yang punya hak untuk mendapatkannya.
Ada dua yang hal mengejutkan jika al-Quran kita ajarkan kepada anak, pertama, mudahnya daya tangkap anak. Menurut beberapa penelitian, anak pada usia dini sekitar 4-10 tahun memiliki daya tangkap yang kuat. Benda-benda atau gerak-gerak yang ada disekitarnya dengan mudah ia akan menangkap dan menjadi pemahaman awal bagi dirinya. Oleh karena itu, pada usia-usia ini merupakan kesempatan emas bagi orang tua untuk menanamkan hafalan al-Quran sekaligus pelajaran-pelajaran al-Quran kepada anak. Maka tidak heran jika kita mendapati anak-anak yang baru berusia 4-10 tahun sudah hafal al-Quran, seperti Musa La Ode Abu Hanafi hafiz cilik asal Indonesia yang pernah juara III tingkat internasional dan masih banyak anak-anak Indonesia berusia dini yang memiliki hafalan Quran yang kuat.
Kedua, mudahnya menanamkan keimanan pada anak usia dini. Selain mudahnya daya tangkap anak, pada usia-usia 4-10 tahun seorang anak juga memiliki potensi besar untuk ditanamkan keimanan di dalam hatinya. Hal ini tidak terlalu sulit, bahkan relatif mudah. Kita ambil pelajaran sebagaimana yang diajarkan Lukman al-Hakim kepada putranya. Melalui surat Lukman ayat 13 dan 17 Lukman al-Hakim mengajarkan kepada putranya mengenai aqidah, ibadah, dakwah, dan akhlak. Di samping itu, melalui dua ayat ini cukup jelaslah bahwa sejak dini anak tidak bisa dilepaskan dari didikan atau bimbingan agama dari orang tuanya.
Dari dua hal tersebut, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak harus berangkat dari pendidikan agama dalam hal ini pendidikan al-Quran, baik akal dan hatinya harus diawali dengan al-Quran, khususnya pada usia-usia 4-10 tahun.
Dengan mengajarkan al-Quran sejak dini kepada anak, maka akan ada regenerasi warisan ilmu yaitu risalah wahyu yang diturunkan oleh Malaikat Jibril kepada Rasulullah, sampai kepada anak-anak kita di zaman now ini. Inilah yang penulis maksud dengan generasi Quraniyyah. Potensi akal dan hati anak tidak boleh diabaikan begitu saja oleh orang tua, keduanya sejak dini harus diasupi dengan ajaran-ajaran al-Quran, makanan terlezat dari segala makanan. ||
Penulis: Juni Prasetya, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga YK
Post a Comment