Kesadaran Metakognitif



Oleh : Dr. Ali Mahmudi,

Mengukur kemajuan belajar anak merupakan hal yang mendasar dalam proses pembelajaran. Namun, mendorong tumbuhnya kesadaran dan kebiasaan pada diri anak untuk secara mandiri memantau dan mengevaluasi proses berpikir dan kemajuan belajarnya sendiri dipandang jauh lebih penting. Kesadaran demikian disebut sebagai kesadaran metakognitif. Secara sederhana, kesadaran metakognitif merujuk pada kesadaran berpikir mengenai apa yang dipikirkan dan merefleksi atas tindakan-tindakan yang dilakukan (Baker dan Brown, 1985). Seorang anak dengan kesadaran metakognitif bertanggung jawab terhadap proses belajar yang dilakukannya. Ia secara sadar mengetahui tujuan belajarnya, mengetahui cara atau proses berpikir untuk mencapainya, dan mengetahui pula cara mengetahui bahwa tujuan tersebut telah tercapai. Anak dengan kesadaran demikian juga akan menyadari apa yang telah diketahui, belum diketahui, dan perlu diketahui, serta mengetahui pula kelebihan maupun keterbatasannya.

Kesadaran metakognitif akan mendorong tumbuhnya keingintahuan konstruktif pada diri anak. Dalam aktivitas penyelesaian masalah, misalnya, anak dengan kesadaran metakognitif tidak akan puas dan berhenti ketika jawaban atau solusi masalah itu telah ditemukan, melainkan akan senantiasa mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri (self-questioning) atau berdialog dengan diri sendiri (inner-dialogue) untuk memantau proses berpikirnya. Misalnya, ia akan bertanya mengapa jawaban ini telah sesuai?, apakah terdapat jawaban lain?, apakah ada strategi lain untuk menjawab masalah ini?, apakah strategi ini dapat diterapkan pada masalah lain?, dan sebagainya. Kesadaran demikian sangat penting dimunculkan dalam aktivitas penyelesaian masalah karena memang suatu masalah belum dikatakan telah diselesaikan hanya karena telah ditemukannya solusi dari masalah itu, melainkan jika anak telah menyadari sepenuhnya akan proses berpikir yang dilakukan untuk menemukan solusi itu.

Bagaimanapun juga, kesadaran metakognitif tidak akan terbentuk dengan serta merta pada diri anak. Untuk menumbuhkan kesadaran ini, guru dapat mendorong anak untuk mengemukakan secara verbal proses berpikirnya untuk memahami suatu materi tertentu, termasuk bagian-bagian yang sudah maupun belum dipahaminya. Selain itu, guru juga berperan sebagai model bagi siswa dalam mengembangkan kesadaran ini. Misalnya, ketika guru meminta anak untuk mengungkap pesan atau menarik simpulan terkait suatu bacaan tertentu, ia dapat mengemukakan secara verbal dialog diri (inner dialogue) mengenai proses berpikirnya sebagai berikut. Hal demikian dapat dijadikan model bagi anak untuk melakukan hal serupa.

”Saya diminta untuk mengidentifikasi pesan atau membuat simpulan dari bacaan ini. Hal ini berarti pesan atau simpulan itu tidak disajikan secara jelas dalam bacaan ini. Hmm …, lantas bagaimana saya menemukannya? Saya kira saya perlu membaca kalimat demi kalimat bacaan ini. Saya harus menemukan informasi penting yang disajikan secara eksplisit dalam bacaan ini. (Guru membaca teks itu). Apakah terdapat kata-kata atau frasa yang dapat memberikan petunjuk? Oh …, jika saya menghubungkan kalimat pertama pada paragraf 1 dan kalimat pertama pada paragraf kedua, saya dapat menyimpulkan bahwa …. (Guru menarik simpulan). Tapi, sebentar dulu. Apa betul ini simpulannya? Tampaknya, simpulan ini bertentangan dengan kalimat terakhir pada paragraf ketiga”, ….

Kesadaran metakognitif akan mendorong anak menjadi peka dan kritis terhadap kemajuan belajar yang telah dicapainya. Anak dengan kesadaran demikian akan senantiasa mengevaluasi diri (self-evaluation) mengenai kelebihan maupun keterbatasannya dalam mencapai suatu pemahaman tertentu. Selanjutnya kesadaran demikian dijadikan dasar untuk memperbaiki diri, yakni mengatasi keterbatasan dan memperkuat kelebihan yang telah dimilikinya. Ketika anak mengungkapkan secara verbal proses berpikirnya, maka saat itu ia telah menata ulang pemahamannya. Demikian pula, ketika ia memperhatikan ungkapan verbal proses berpikir temannya, ia juga akan mempertajam proses berpikirnya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kesadaran metakognitif akan menunjang keberhasilan proses belajar anak.

Kesadaran metakognitif tidak hanya penting dalam menunjang keberhasilan proses belajar anak di kelas, melainkan juga akan menunjang kesuksekan individu dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam berbagai jenjang apapun, seseorang memerlukan kesadaran demikian untuk menentukan suatu program atau tujuan tertentu, termasuk tujuan hidup, menentukan strategi untuk mencapai tujuan itu, mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung atau menghambat pencapaian tujuan itu, dan mengevaluasi ketercapaian tujuan itu.  Dalam konteks ‘ubudiyah, kesadaran metakognitif bersesuaian dengan istilah muhasabah yang merujuk pada kesadaran untuk memeriksa atau mengevaluasi diri mengenai apa yang telah dan belum dilakukan, khususnya terkait dengan ketaatan atau kesalahan yang dilakukan. Muhasabah merupakan pangkal bagi perbaikan diri menjadi pribadi yang lebih baik. Demikian pentingnya menumbuhkan kesadaran metakognitif pada diri anak, maka upaya berkelanjutan untuk menumbuhkannya perlu terus dilakukan.

Penulis: Dr. Ali Mahmudi, Dosen Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
Powered by Blogger.
close